REPUBLIKA.CO.ID, CILACAP -- Keselamatan berlalu lintas atau "safety first" sesuai tujuan hukum Islam karena sama dengan melaksanakan kewajiban agama, kata Rektor Universitas Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Yudian Wahyudi.
"Hal itu karena menyelamatkan nyawa, agama, harta, keturunan, dan kehormatan," katanya di Cilacap usai menjadi pembicara dalam Seminar Fikih Keselamatan Berlalu Lintas yang diselenggarakan Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Cilacap, Jawa Tengah, Kamis (15/9).
Kendati demikian, dia mengatakan hal tersebut tidak dilihat langsung dari dalil yang memerintahkan kewajiban itu melainkan melalui penalaran berupa "ushul fiqh". "'Ushul fiqh' bisa dikatakan sebagai 'filsafat hukum Islam'," jelasnya.
Dari penalaran itu, kata dia, ditemukan kesamaan tujuan yang hendak dicapai oleh Undang-Undang Lalu Lintas dengan hukum Islam yang mengatur umat Islam dalam berlalu lintas. Dia mencontohkan ketika sedang berjalan ada orang yang duduk, harus mengucapkan salam.
"Itu kan (ucapan salam, red.) permohonan izin supaya anda diperkenankan jalan. Artinya, biar tidak tabrakan dan tidak mengalami gangguan," katanya.
Lebih lanjut, dia mengatakan bagaimana cara menyampaikan permohonan izin yang sama ketika sedang berkendaraan. Menurut dia, hal itu dapat dilakukan menggunakan alat seperti klakson atau lampu.
"Di sini ada peralihan dari teks agama, baik Alquran dan hadis, menuju ke adat. Perubahan-perubahan ini dulu belum ada di dalam Alquran dan hadis, maka adat suatu tempat, yaitu keputusan pemerintah Republik Indonesia itu mengikat umat Islam yang hidup di Indonesia," katanya.
Yudian mengatakan ketika umat Islam telah melaksanakan keputusan tersebut berarti mereka telah menjamin keselamatannya sendiri. Dengan demikian, kata dia, keselamatan berlalu lintas salah salah satunya menggunakan helm saat berkendaraan, wajib dilakukan oleh umat Islam.
"Memang umat Islam masih kesulitan, ini apa hubungannya dengan Allah? Mereka tidak bisa melihat bahwa hukum Allah yang paling kuat itu adalah hukum kepasangan positif dan negatif yang jika kita langgar dengan cara memperbanyak negatifnya, pasti kita dihukum 'on the spot'," jelasnya.
Menurut dia, hal itu berbeda dengan hukum agama atau akidah yang bisa ditunda hingga akhirat.
Oleh karena itu, kata dia, umat Islam perlu membangun kesadaran bahwa Islam selama ini telah kehilangan aspek kealamiahannya.
Dengan demikian, lanjut dia, ada umat Islam menentang setiap pengaturan yang dilakukan oleh pemerintah yang sebetulnya sama tujuannya dengan Islam tetapi tidak terbaca bahwa aspek alamiah itu merupakan prasyarat bagi keselamatan keislaman seseorang.