REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Amil Zakat (LAZ) Al Azhar yang konsen pada pemberdayaan masyarakat, terus mengembangkan program Indonesia Gemilang di desa terpencil seluruh indonesia. Dengan program ini, maka pemberdayaan masyarakat desa lebih terorganisir, terintegrasi, dan sustain di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan keagamaan.
Khusus peningkatan ekonomi desa, LAZ Al Azhar berfokus pada potensi besar pertanian di desa. Bahkan di setiap kelembagaan lokal, 'Saung Ilmu' memiliki demplot dapur hidup di halamannya. Selain itu, setiap 'Demasa' (pendamping masyarakat di Desa Gemilang), juga harus memiliki kemampuan dan pengetahuan dasar pertanian.
Dalam pendampingan itu, para petani binaan dikumpulkan dalam Kelompok Petani 'Sejati' (sejahtera, terampil, dan inovatif). Pertanian yang diusung LAZ Al Azhar adalah pertanian yang ramah lingkungan dan mengurangi pemakaian bahan-bahan kimia dalam pertanian.
Oleh sebab itu, LAZ Al Azhar mendorong masyarakat melakukan pertanian organik. Al Azahr juga terus mendampingi para petani dalam meningkatkan pengetahuan, pelatihan pertanian organik, bantuan pembuatan 'rumah rabuk' dari kotoran hewan, pengadaan obat-obatan organik, lumbung padi, bahkan serius bersinergi dengan ilmuan dan akademisi untuk meningkatkan kesuburan tanah pertanian.
"Karena dengan tanah yang subur biaya pertanian akan turun, pemakaian pupuk akan dapat diminimalisir, dan hasil panen akan dapat meningkat bahkan berlimpah. Sehingga, kesejahteran keluarga para petani akan semakin baik," tulis LAZ Al Azhar dalam keterangannya yang diterima Republika Online, Kamis (8/9).
Bahkan, keseriusan LAZ Al Azhar dalam memperhatikan kesuburan tanah pertanian ini diwujudkan dengan melakukan kerja sama dengan Dr Agus Kuncaka DEA, staf pengajar Jurusan Kimia FMIPA UGM. Dia adalah dosen yang mengembangkan terobosan baru yaitu membuat pupuk berbahan biochar atau arang hasil proses //piroliss biomassa// yang mengandung senyawa paramagnetik dan dapat menyerap protein.
"Kandungan biochar pada pupuk yang diberi nama Slow Release Organic Paramagnetic (SROP) ini tidak hanya mampu memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Lebih dari itu, biochar mampu menyerap karbon di udara," kata Agus.
Hal ini telah dibuktikan oleh para petani di Majasem, Pakahan, Kecamatan Jogonalan, Kabupaten Klaten yang melakukan penanaman hortikultura di lahan kritis bekas galian bata. Namun, dengan diawali dengan penaburan SROP, ternyata hasil pertaniannya lebih baik dari lahan biasa tanpa SROP. Tanaman mentimun, parai, dan cabai lebih besar dan lebat, hasilnya pun melimpah. "Padahal, tanah humusnya telah diangkat dengan kedalaman minimal 1 meter," ujar Agus.
Untuk menyebarluaskan penggunaan SROP di pertanian, pada hari Selasa (9/8) lalu, LAZ Al Azhar mengundang langsung secara khusus penemu SROP untuk memberikan spirit dan pengetahuannya di hadapan tiga Kelompok Tani 'Sejati' di Griya Iqro Jemawan, Kalten. Sebanyak 70 petani yang hadir saat itu sangat antusias mendapatkan ilmu pengolahan tanah dari pakarnya langsung.
Bahkan Agus Kuncaka dan timnya sangat terkesima dengan antusiasme petani 'Sejati' dalam berinteraksi dengannya dari pagi hingga petang. Acara tersebut juga dilanjutkan pada Sabtu (3/9) 2016 dengan mengajak petani 'Sejati' untuk praktikum lapangan aplikatif di lahan pertanian milik Sudarman di Kalasan, Sleman yang menerapkan pertanian berbasis SROP.
Ke depan, LAZNAS AL-Azhar bekerja sama dengan YKPU (Yayasan Klaten Peduli Ummat) mendampingi para petani 'Sejati' selama seahun penuh dengan membantu pengadaan SROP dalam proses pengolahan lahan. SROP dan peralatan pertanian akan diberikan secara cuma-cuma hingga panen tahap awal dan akan diberikan subsidi pada tahap berikutnya.
Selain itu, akan dibentuk lumbung kelompok tani untuk menampung hasil pertanian serta melakukan akad salam dan dana tabarru’ (dana sosial) dalam pembiayaan pertanian. Diharapkan, dengan program ini, para petani dapat meningkatkan penghasilannya, mendapatkan permodalan awal serta dapat jaminan sosial jika terjadi hal yang tidak diinginkan.