Selasa 23 Aug 2016 09:23 WIB

Selamatkan Indonesia dengan Akademi Dakwah

Rep: c62/ Red: Agung Sasongko
Dakwah
Foto: Dok. Republika
Dakwah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak berdiri pada 1967, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) konsisten terjun di bidang dakwah, sosial, dan keagamaan, hingga ekonomi. Organisasi yang didirikan oleh tokoh nasional, M Natsir, ini pun kini bertransformasi sebagai lembaga 'penyuplai' daidai unggulan di perbatasan yang ditopang dengan pendanaan zakat, infak, dan sedekah.

Melalui, lembaga zakat, infak, dan sedekah (Lazis)-nya, DDII, se jak 2002, semakin mengintensifkan program-program tersebut. Menurut Ketua Umum DDII Mohammad Siddik, dengan meng angkat tagline utama Selamatkan Indonesia dengan Dakwah Sejuta Umat tidak Cukup Satu Dai, DDII memiliki tiga fokus program utama, yaitu kaderisasi dai.

Kedua, program pengiriman dan penempatan dai. Dan, ketiga, penguatan kapasitas program daerah binaan dai. Program utamanya pada pembangunan spiritual agama dan karakter bangsa itu, katanya. Republika, berkesempatan berbincang dengan sosok yang ditetapkan sebagai ketua umum melalui Silaturahim Nasional DDII awal tahun lalu itu seputar kiprah DDII dengan potensi Lazis yang dikelola:

Apa agenda utama Dewan Dakwah Islamiyah melalui Lazisnya?

Kita ingin membangun masyarakat ini dari segi pembangunan karakter, pembangunan spiritual, tentu tidak terlepas dari pembangunan manusia. Banyak pemba ngunan yang sudah dilakukan pemerintah adalah pembangunan di bidang fisik, kantor-kantor jembatan, pelabuhan, dan segala macam. Ada juga memang pembangunan ma nusianya, tapi tidak sebanding dengan pembangunan fisik. Oleh karena itu, kita dari DDII memandang, pembangunan eko nomi tanpa ditopang dengan spiritual dan ruhani maka akan terjadi ketimpangan.

Nah, inilah fokus kami, Lazis DDII konsis ten pada prog ram utamanya pada pembangunan spi ritual agama dan karakter bangsa itu.

Bila dijabarkan dalam program, apa sa ja yang menjadi titik fokusnya?

Program unggulan Lazis DDII pada tiga konsentrasi. Kita mendukung kader isasi dai. Jadi, kaderisasi ini program beasiswa. Baik yang bergelar maupun yang tidak bergelar. Kemudian yang kedua, program pengiriman dan penempatan dai. Dan, ketiga, penguatan kapasitas program daerah binaan dai. Jadi, bukan dikirimkan, melainkan ditempatkan.

Artinya, kalau ditempatkan itu kita tahu target penempatan kita. Jadi, kita targetkan tempatnya. Setelah itu kita konsentrasi pada tiga tempat. Tadi kan kita pengiriman dan penempatan, maka di mana tempatnya?

Ada tiga tempat yang kita jadikan target. Pertama, daerah minoritas Muslim. Ke mudian yang kedua di daerah rawan pen dang kalan akidah, ya mungkin minoritas dan tidak miskin, tapi dia rawan pendang kalan akidah. Kemudian yang ketiga dae rah miskin dan terbelakang. Jadi, kalau se la ma ini ada yang bertanya ke mana dai DD II selama ini?

Ya, ke daerah di tempat tadi.

Kira-kira, ada berapa dai yang telah tercover dalam program ini?

Kalau jumlah sudah banyak sejak 1967 DDII sudah aktif pada konsentrasi dak wah pedalaman. Saya kira sudah ribuan sejak 1967. Jadi, DDII selain dai yang di kirim pusat, dai yang berasal dari suplai DDII provinsi. Jumlahnya juga sudah banyak.

Sejauh mana progress DDII dan Lazis yang dikelola saat ini?

Alhamdulillah, dilihat dari segi perolehannya ada kenaikan tingkat tiap tahun.

Tetapi, yang ditekankan pada dai kita, kita didik agar mereka di daerah ini memiliki kemampuan semacam perusahaan di sini sehingga mereka bisa mengelola dana zakat, infak, dan sedekah untuk kegiatan dakwah di daerah-daerah. Konsentrasi kita pada dakwah sehingga ukurannya juga tidak mutlak seperti ukuran ekonomi ya.

Karena dakwah tidak bisa sehari dua hari, setahun dua tahun, tidak bisa seperti itu sehingga mungkin re latif keberhasilan, tapi bagaimana ta hap an kita dalam menjalankan dakwah. Tahapan pertama ketika kita masuk tentu kita mungkin dalam satu tahun itu hanya silaturahim dengan para tokoh, mendekatkan diri dengan masyarakat, anak-anak dan ibu-ibu. Jadi, tidak serta-merta ketika kita ma suk ke daerah, bisa langsung intervensi prog ram karena masing-masing daerahdaerah punya aturan.

Jadi, ketika awal-awal baru pengenalan saja. Kemudian kita buat peta dakwahnya, setelah itu baru kita putuskan intervensi program jenis apa. Sehingga, dainya punya pengetahuan. Jadi, tidak ujuk-ujuk masuk ke situ, meskipun kita sudah ada deskripsi awal dari DDII setempat tentang daerahnya.

Tetapi, di kita, dainya akan membuat semacam assessment awal. Jadi, kalau daerah ini misalnya harus fokus pada anak-anak dulu nih atau daerah ini fokusnya ibu-ibu dulu. Ada satu daerah yang bisa kita intevensi ekonomi ka rena ada juga satu darah yang sudah maju eko nominya.

Jadi, beda-beda setiap daerah mana yang harus didahulukan. Setelah kita tahu medan dakwah tadi. Kita perlu waktu melakukan pemetaan, kemudian baru kita intervensi programnya. Setelah itu ada pemonitoran evaluasi. Kemudian tahapan yang ketiga ada tahapan terminasi, yaitu kita harus menumbuhkan kader lokal.

Kader lokal seperti apa yang Anda maksud?

Jadi, keberhasilan kita ada seberapa banyaknya tumbuh kader lokal di daerah target. Sehingga, bagai ma na kader-kader lokal tadi bisa menggerakkan masyarakatnya, tidak ber gantung pada orang luar.

Kita akan support pada akses pendidikan, akses ekonomi, tentu fasilitas, dan sarana ibadah. Misalnya, ada satu contoh daerah target dakwah di Mentawai. Ada orang bicara mengapa Mentawai te rus. Oh tidak begitu, kita memang su dah punya tahapan. Tahapan seka rang kita sudah masuk pada tahapan pembentukan kader lokal.

Bagaimana contoh pola pembinaan kader daerah itu?

Sekarang kita sudah membuat asrama pelajar di Sikakap. Anak-anak pulau yang tadinya kita bina di sana sekarang kita tarik ke satu konsentrasi di situ kita bina mereka. Kita re komen dasi kan sekolah-sekolah yang ba gus, diberikan pengetahuan-pengetahuan dasar keagamaan kemudian kita berikan fasilitas dan akses mendapatkan beasiswa pada tempat-tempat yang bagus baik di ting kat pro vinsi maupun tingkat na sional. Dan diharapkan ketika kembali lagi ke daerahnya masing-masing menjadi putra daerah yang memiliki pengetahuan yang lebih baik untuk menggerakkan masyara kat berikutnya. Jadi, seperti itu pembinaan program DDII dengan Lazisnya.

Berapa lama proses kaderisasi itu?

Kita ada dua model, ada dalam aka demi dakwah. Akademi dakwah ini adalah program dua tahun. Dalam dua tahun ini dibina bagaimana kecakapan-kecakapannya sebagai dai. Akademi dakwah ini ada pada tingkat kabupaten. Kemudian ada program S-1 selama empat tahun. Pada dua tahun pertama, dia menjadi mahasis wa di kampus yang berasrama dan harus me nyelesaiakan sekian banyak mata ku liah dan sertifikasi kedaian, seperti ke mampuan menjadi imam, mengurus jena zah, dan lainnya.

Kemudian pada tahun ketiga dan ke empat dia harus terjun ke masyarakat lang sung untuk menjadi marbot masjid. Mulai dari ngepel, mengajar anak kecil, mengganti imam kalau tidak ada imam. Pokoknya dia jadi pelayan masjid. Tahap an setelah itu kita kirimkan ke pedalaman. Jadi, biaya mereka untuk menjalankan tahapan itu semua dananya dari zakat, infak, dan sedekah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement