Kamis 18 Aug 2016 10:08 WIB

Beda Kampung, Beda Apartemen, Cari Nasi di Bawah Bendera Revolusi

Suasana Kampung Babakan Sari, Leles, Kab Garut, Jawa Barat. (Yogi Ardhi/Republika)
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Suasana Kampung Babakan Sari, Leles, Kab Garut, Jawa Barat. (Yogi Ardhi/Republika)

Oleh Erie Sudeo (Pendiri Dompet Duafa)

“Bendera, benderaa, benderaaa. Tiang, tiaang, tiaaang”, teriak penjaja bendera sepanjang jalan. Tak beda seperti yang lain. Terus susuri jalan jajakan dagangan. Seolah tak masalah. Padahal di balik dagangan tiang dan bendera, ada hal serius menyangkut jati diri bangsa.

“Elo tuh yaaa, soal begitu aja dibawa-bawa ke jati diri bangsa. Apa kagak kejauhan. Itu kan cuma tukang dagang cari makan. Kenapa elo jadi sewot begitu. Ntar elo stop tukang bendera, elo ceramahin lagi” Nafsu saya pagi2 sudah nyemprot. 

Tiap kali menjelang 17 Agustus, tiang dan bendera dijajakan ketengan. Itu Bendera Merah Putih, Bro. Bendera nasional. Jual ember plastik dan sapu, roti, atau bubur ayam, itu cuma soal dapur. Perkara bendera memang menyangkut harga diri bangsa. Namanya aja Sang Saka Merah Putih.

Soal pasar, bendera nasional memang jutaan yang butuh. Tanpa belajar tangkap peluang, orang2 bawah bisa langsung endus rupiah. Yang jadi soal itu dia. Ketengin keliling bendera nasional, di dunia ini jangan2 cuma ada di negeri kita.

Soal bendera bisa ungkap penghargaan warga pada negeri tumpah darah. Jujur jawab. Ada Bendera Merah Putih di rumah? Jika ada, cuma sehelai kan? Lantas masih ingat, tahun berapa kita peroleh bendera itu? Jangan2 bendera itu sudah ada sejak 10 tahun yang silam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement