Senin 08 Aug 2016 16:53 WIB

Eduard AVD Elst Peroleh Kesempatan Kedua Mengenal Islam

Rep: Amri Amrullah/ Red: Agung Sasongko
Eduard AVD Elst (mualaf)
Foto: Dok. Pribadi
Eduard AVD Elst (mualaf)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tidak ada kata terlambat untuk bertobat. Prinsip inilah yang diyakini seorang Eduard A VD Elst, mantan asisten Pastur kelahiran Plaju, Sumatra Selatan, 26 September 1953. Ia menceritakan perjalanan hidupnya mengenal Islam.

Setelah pindah ke Ibu Kota Jakarta, pada 1970, bersama ibunya. Eduard yang berusia 17 tahun, merasakan pertama kali nuansa keislaman di batinnya. Pada saat itu setiap jelang Lebaran, di malam takbiran ia selalu duduk di luar. Anehnya setiap mendengarkan takbir ia selalu merasa sangat damai. Padahal saat itu Eduard masih beragama Khatolik.

Perjalanan spiritual bersentuhan dengan Islam ini terus berlanjut. Ketika 1975 ketika Eduard mulai berkuliah, di Univeristas Trisakti Fakultas Teknik. Saat itu adalah masa Ospek. Eduard yang dipercaya sebagai seksi kerohanian Khatolik menemani sahabatnya yang akan shalat Jumat.

Sahabatnya saat itu akan berwudhu dan menitipkan Alquran kepadanya.  Tanpa disadarinya, secara spontan Eduard merasakan hati kecilnya berbicara bahwa buku ini terlalu suci untuk ia sentuh. "Terus terang saya kalau ingat apa yang muncul di benak saya saat itu, ada perasaan haru kembali," ujarnya.

Dalam perjalanan waktu, pada 1983 Eduard pun akhirnya memeluk Islam. Namun keislamannya ini diakuinya lebih pada alasan ia menikahi seorang Muslimah. Ia mengakui sudah berusaha aktif di pengajian, rutin mengikuti puasa Ramadhan dan shalat lima waktu, namun ia merasakan roh keislaman tidak hadir di kehidupannya.

"Saya merasa tidak ada yang membimbing, dan rasanya hanya seperti itu saja." Sampai akhirnya berjalan 17 tahun, pada tahun 2000 setelah waktu ashar, Eduard akhirnya merasa hampa dan menelpon kembali ibunya. Saat itu ia memutuskan kembali menjadi penganut Khatolik di usia 47 tahun.

Ia menegaskan murtadnya dia menjadi Khatolik tidak ada yang memaksa, semua berjalan karena perasaannya saat itu. Dan pilihannya tersebut langsung disambut baik oleh sang Ibu. Namun sang istri tetap menjadi seorang Muslimah, bahkan putra dan putrinya tetap menjadi seorang Muslim.

Dalam perjalanannya Eduard ingin memantapkan iman Khatoliknya kembali. Ia akhirnya lulus dari Sekolah Penginjilan Shekinah pada akhir 2010. Hingga akhirnya ia ikut berkiprah melayani Tuhan di gereja Khatolik. "Saat itu saya sudah sebagai asisten Pastur bagian penyembuhan, saya membantu berbagai pelayanan pastor kepada jemaat," ujarnya.

Sejak memutuskan menjadi murtad pada tahun 2000 hingga 2012, ada satu hal yang masih selalu menjadi ganjalan dalam benaknya terkait masalah ketuhanan. Pertanyaannya itu pun berkali-kali ia lontarkan ke Pastur. Namun berbagai masalah dasar ketuhanan Yesus tersebut, selalu dimentahkan dengan jawaban Pastur, "Cukup kita percaya."

Berbagai pertanyaan terhadap Tuhan dan ketidakpuasan jawaban dari sang Pastur itulah akhirnya yang membuat Eduard tersadarkan. Kenyataan semakin mempersulit Eduard pada 2012 ketika anak keduanya akan menikah, sedangkan anaknya mengikuti ibunya sebagai seorang Muslim.

Sebagai Khatolik Eduard tidak bisa menikahkan anaknya. Namun di situ ia mengaku timbul perasaan ingin kembali memeluk Islam. Sayangnya jabatannya selaku asisten Pastur memberikan ego yang lebih besar, sehingga gengsi dan membuatnya tidak berani memutuskan menajdi seorang Muslim.

Sampai satu saat ia ditimpakan cobaan yang cukup besar terkait masalah reputasinya. "Saya mintakan doa kepada Romo." Dari saat itu Eduard mengaku empat kali berdoa Rosario kepada Bunda Maria, dan dua kali kepada Yesus. Namun jawabannya ternyata ia dapatkan dari sang istri.

Hingga terbesit ucapan, "Tuhan bila aku percaya, aku tidak mengimani Yesus lagi sebagai Tuhan, tapi menghormatinya sebagai Nabi. Mohon petunjukMu." Diakhir kegelisahan itulah akhirnya Eduard memantapkan dirinya kembali kepada Islam pada akhir 2012.

Dan di keislaman kedua kalinya ini ia merasakan tuntas semua kegelisahannya, mulai dari kehampaannya ketika memeluk Islam pertama kali hingga kegundahannya dalam keimanan Khatolik. Sejak saat itu, ia mengakui, seolah sudah selesai semua pertanyaan batinnya.

"Saya berterima kasih kepada Allah di usia tua, yang sudah sampai pada 63 tahun, diberikan kesempatan kedua untuk mengenal Islam. Dan saya sudah mantapkan hati saya, rela meninggal dalam keislaman," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement