REPUBLIKA.CO.ID, SERANG — Kapolda Banten Brigjen Pol Ahmad Dofiri berupaya merangkul para pimpinan pondok pesantren (ponpes) untuk mencegah munculnya paham radikalisme di lingkungan ponpes.
"Kami berkoordinasi untuk mengunjungi hampir seluruh ponpes di Banten," kata Brigjen Ahmad di Mapolda Banten, Banten, Selasa (2/8). Dia menjelaskan, Banten yang terkenal dengan sebutan provinsi Seribu Ulama Satu Juta Santri ini tercatat memiliki hampir tiga ribu ponpes.
"Ini (keberadaan ponpes) rawan bila ada pihak luar yang 'memanfaatkan' keberadaan santri," katanya. Pihaknya tidak menampik adanya stigma bahwa Banten masih dianggap sebagai wilayah yang mencetak para teroris berpaham radikal. Para pelaku bom Bali dan para pelaku bom bunuh diri pernah lama tinggal di Banten. Stigma ini masih melekat, meski tidak semuanya benar.
Polda Banten saat ini gencar melakukan sosialisasi deradikalisasi ke ponpes-ponpes untuk memberikan pemahaman tentang bahaya paham radikal bagi para remaja ponpes. Dia menjelaskan, para remaja di ponpes rentan terpengaruh oleh penyebaran paham radikal.
"Makanya mereka (remaja ponpes) harus dibekali pengetahuan sehingga tidak mudah dimanfaatkan kelompok tak bertanggung jawab," katanya.
Pada Senin (1/8), Polres Serang melakukan diskusi grup bertajuk Sosialisasi Deradikalisasi dan Perkembangan Paham Radikalisme. Dalam diskusi tersebut dihadiri Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Serang, Kiai Haji Mahmudi Mubarok, para pimpinan sejumlah pondok pesantren dan para mahasiswa.
"Ini agar adik-adik mahasiswa memahami betul informasi mengenai deradikalisasi. Juga tahu bahayanya paham radikal," kata Kapolres Serang, AKBP N. Syaifuddin. Acara tersebut digelar terkait upaya Kepolisian dalam mensosialisasikan kontra radikal dan deradikalisasi, khususnya penanganan ISIS.
"Dengan dukungan para ulama, pemda, MUI, Kementerian Agama, kita upayakan satu suara untuk mencegah tumbuhnya paham radikal di Serang," katanya.