Selasa 26 Jul 2016 14:26 WIB

Kisah Pemuda dan Sebuah Apel

Rep: Afriza Hanifa/ Red: Achmad Syalaby
Kulit Apel (ilustrasi)
Foto:

Tak percaya, Tsabit pun mempertanyakan si gadis bak bidadari tersebut. Namun, Tsabit tidak salah, ialah putri pemilik kebun apel yang dinikahkan dengannya. “Apa yang dikatakan ayah tentang aku?” tanya si gadis mendapati suaminya mempertanyakan dirinya seolah tak percaya.

“Ayahmu berkata kau adalah seorang gadis buta,” kata Tsabit. 

“Demi Allah, ayahku berkata jujur, aku buta karena aku tidak pernah melihat sesuatu yang dimurkai Allah,” jawab si gadis membuat Tsabit kagum. 

“Ayahmu juga berkata bahwa kau bisu,” ujar Tsabit masih dalam nada heran. 

“Ya benar, aku tidak pernah mengucapkan satu kalimat pun yang membuat Allah murka,” kata si gadis.

“Tapi, Ayahmu mengatakan, kamu bisu dan tuli,” lanjut Tsabit. 

“Ayahku benar, demi Allah. Aku tidak pernah mendengar satu kalimat pun, kecuali di dalamnya terdapat rida Allah,” jawab gadis cantik itu. 

“Tapi, ayahmu juga bilang bahwa kau lumpuh,” pertanyaan terakhir Tsabit. 

“Ya, ayah benar dan tidak berdusta. Aku tidak pernah melangkahkan kakiku ke tempat yang Allah murkai,” ujar si gadis membuat Tsabit begitu terpesona. 

Tsabit memandangi istrinya yang cantik jelita itu. Ia pun mengucapkan syukur. Sang pemilik kebun kagum dengan sifat kehati-hatian Tsabit dalam memakan sesuatu hingga jelas kehalalannya.

Melihat kegigihan dan kesalehan Tsabit, ia pun berkeinginan menjadikannya menantu, menikahkannya dengan putrinya yang shalihah. Dari pernikahan tersebut, lahir seorang ulama shalih, mujadid yang sangat terkenal, yakni Nu’man bin Tsabit atau yang lebih dikenal dengan nama Al-Imam Abu Hanifah. Bersama istrinya yang shalihah, Tsabit mendidik putranya menjadi salah satu imam besar dari empat madzab. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement