REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Halal bihalal sudah menjadi tradisi yang berkembang di negeri ini. Keutamaan halal bihalal menjadi salah satu bukti bahwa umat Islam merupakan umat pemaaf.
Meski halal bihalal --sejatinya-- berasal dari budaya asli Indonesia, namun tradisi memaafkan ini dilakukan karena menauladani Rasulullah SAW. Hal ini terungkap dalam tausyiah yang disampaikan Dr H Ahmad Faiz Lc MA dalam acara Halal Bihalal keluarga besar RSI Sultan Agung, Semarang, di aula rumah sakit setempat, baru- baru ini.
Saat penaklukkan Kota Makkah (fathul makkah), jelas kyai muda yang akrab disapa Gus Faiz ini, tidak ada pembalasan bagi mereka yang dulu menyakiti, mengejek, menyerang Rasulullah SAW. Yang dilakukan oleh Rasulullah SAW justru sebaliknya. Rasulullah malah menanggalkan segala kebencian dan merangkul mereka dalam kedamaian.
"Oleh karena itu, memaafkan adalah sifat mulia yang ada di dalam diri setiap muslim semenjak zaman Rasulullah SAW," tambahnya.
Di Indonesia ini, masih jelas Faiz, momentum saling memaafkan ini jamak dilakukan setelah perayaan Idul Fitri. Tujuannya tak lain untuk meminta maaf dan memaafkan. Momen halal bihalal jangan dimanfaatkan untuk menunggu bermaafan dengan saudaranya. Jika merasa bersalah kepada siapa saja, hendaknya langsung meminta maaf.
Memaafkan jangan menunggu sampai lebaran tahun berikutnya. Bermaaf dan saling memaafkan merupakan sesuatu yang indah. "Indahnya saling memaafkan juga terlihat dari halal bihalal yang digelar keluarga besar RSI Sultan Agung Semarang ini," ujar Gus Faiz.