REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Melihat keindahan Masjid Ibnu Thulun yang sudah berumur ratusan abad ini, mengingatkan kita tentang banyak hal. Pertama, menunjukkan capaian peradaban Islam dalam lintasan sejarah. Kedua, kekayaan dan keragaman seni arsitektur yang tampak dari hasil karya bersejarah tersebut.
Jika dicermati, konstruksi masjid yang terletak di Jabal Yashkur Mesir ini, mengikuti gaya arsitektur model Samarra. Model ini lazim digunakan dalam seni arsitektur Dinasti Abbasiyah selama era kejayaan mereka di Irak. Penilaian ini ternyata bukan tanpa dasar. Sang arsitek ternyata berasal dari Irak.
Masjid yang pembangunannya menelan waktu tiga tahun dari 876 M hingga 879 M ini, berdiri di atas tanah seluas 2,6 hektare. Bangunan utama masjid berukuran sekitar 140m x 116 m.
Ukuran tersebut sudah termasuk pelataran masjid di bagian tengah seukuran 90 m x 90 m. Dengan ukuran sebesar itu, luas Masjid Ibnu Thulun setara dengan Masjid Agung Damaskus yang dibangun oleh Dinasti Umayyah di Suriah.
Masjid Jami Ibnu Thulun yang berada tepat di pusat kawasan al-Qathai ini berbentuk segi empat dengan halaman terbuka yang sangat luas tepat di tengah. Pada bagian halaman terdapat bangunan berkubah yang menjadi tempat wudhu sekaligus penyedia air minum.
Setelah hancur dalam kebakaran pada 986 M yang merusak tempat wudhu yang dibangun oleh Ibnu Thulun, kini bangunan yang dikelilingi air mancur ini didekorasi mejadi sebuah gedung terpisah berupa paviliun yang terdiri dari kubah yang ditopang oleh kolom-kolom batu pualam bersepuh emas. Fasilitas bersuci ini aslinya dibangun bersama dengan klinik berada di dalam az-Ziyadat untuk kepentingan higienitas.
Sedangkan tiang masjid ini panjangnya mencapai 92 meter dan dikelilingi oleh tempat majelis (ruwaq) di keempat sisinya. Di antara tembok yang ada di sekelilingnya terdapat tiga ruwaq luar bernama az-Ziyadat yang dibangun untuk mengantisipasi membludaknya jamaah.