Rabu 22 Jun 2016 05:47 WIB

Cerita Mualaf Berpuasa

Rep: Ratna Ajeng Tedjomukti/ Red: Agung Sasongko
Mualaf
Foto: Onislam.net
Mualaf

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Lapar dan dahaga bukan menjadi tantangan utama Halim Abdullah untuk berpuasa. Menjalankan ibadah puasa tanpa keluarga kandung merupakan beban terberat yang harus dipikul Halim. Pemilik nama asli Lim Ah Teng (50 tahun) ini mengaku diusir karena berikrar sebagai Muslim sembilan bulan lalu. 

Dikutip dari News Strait Times, warga Malaysia ini mengungkapkan, puasa kali ini lebih banyak dihabiskan di keluarga barunya. "Keluargaku menentang keputusanku dan mengusirku. Hanya, saya bersyukur bisa menjalani perjalanan puasa ini dengan keluarga baru," kata dia di Kualalumpur, belum lama ini.

Halim menjelaskan, keluarga barunya ini telah mengajarinya bagaimana hidup menjadi Muslim. Mereka pun menolong Halim untuk melaksanakan shalat lima waktu dan membaca Alquran. Meski demikian, Halim mengaku tidak berpuasa pada hari pertama Ramadhan karena sakit. Setelah kesehatannya pulih, dia pun berkomitmen untuk berpuasa hingga Idul Fitri tiba.

Ramadhan merupakan bulan kebahagiaan bagi umat Islam. Pada bulan suci ini, kaum Muslimin menikmati romantisme berkumpul bersama keluarga. Perjuangan untuk melawan lapar dan haus pun tidak terasa hingga Maghrib tiba. Namun, tidak semua umat Islam beribadah puasa dengan mudah. Khususnya untuk para mualaf yang baru mengikrarkan syahadat.

Dina Septia (26 tahun) merupakan contoh mualaf lainnya. Ibu rumah tangga ini bersyahadat sejak 2011 lalu. Pada tahun pertama, dia belum sanggup berpuasa karena baru saja melahirkan. Pada tahun kedua menjadi mualaf, dia baru menjalani puasa meski tidak penuh satu bulan. Baru pada tahun ketiga, Dina sudah sanggup puasa satu bulan penuh.

"Tahun pertama belum satu bulan penuh karena masih menyusui juga," ujar warga Gunung Putri, Bogor kepada Republika.co.id, belum lama ini. Dina merasakan beratnya menjalankan puasa. Bukan hanya menahan lapar, puasa membuat Dina harus menahan emosi dan menjauhi hal-hal negatif lainnya. Meski begitu, ibu satu anak ini bertekad untuk menyelesaikan satu bulan puasanya.

Dia pun bercerita suka duka ketika berpuasa. Dina harus sahur dan buka sendiri tanpa bersama orangtua. Hanya, kegundahan Dina perlahan sirna. Orang tuanya belakangan sering menyediakan makanan berbuka meskipun berbeda agama. 

Elmeti Budiarti (26 tahun) merupakan mualaf lainnya yang harus belajar berpuasa. Bersyahadat sejak enam tahun lalu, Elmeti tak menjalani puasa sebulan penuh pada tahun pertamanya sebagai Muslimah. "Tahun pertama puasa masih setengah hari, seperti anak kecil," ujar dia.

Tahun kedua, Meti sapaan akrabnya,  baru menjalani puasa satu bulan penuh. Meti pun sudah rajin ikut pengajian majelis taklim di rumahnya sehingga puasa saat Ramadhan pun tidak terasa. Menurut Meti, tekad berpuasa satu bulan penuh memang harus diniatkan karena Allah. "Jika sudah karena Allah, maka apapun bisa kuat untuk dijalani," jelas dia.

Selain puasa, shalat menjadi ibadah yang paling disenanginya. Shalat bisa membuat hati dan pikirannya tenang. Ini yang belum pernah didapatkan di agama sebelumnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement