Kamis 09 Jun 2016 13:55 WIB

Dituding Bisa Pecah Belah Umat, Pembangunan Masjid Muhammadiyah Ditunda

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Andi Nur Aminah
Pembangunan masjid   (ilustrasi).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Pembangunan masjid (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BIREUEN -- Pembangunan Masjid at-Taqwa Muhammadiyah di Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) terhambat karena adanya larangan dari sekelompok masyarakat. Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Bieruen Athaillah A Latief mengatakan, pada malam sebelum peletakan batu pertama masjid, ada protes ke pihak Polsek Juli dan meminta acara tersebut dibatalkan.

Semua pihak pun sempat melakukan mediasi di kampung tersebut. Athaillah menduga orang yang mengerahkan massa pada malam itu adalah mantan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). "Mereka pula yang memprovokasi masyarakat untuk menolak pembangunan masjid pada waktu rapat umum di kampung," ujarnya dalam keterangan pers tertulis yang diterima Republika.co.id, semalam.

Bahkan, Athaillah mengatakan, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) menjelaskan bahwa masjid Muhammadiyah adalah masjid kelompok yang tidak termasuk kelompok Ahlussunah wal Jamaah. MPU menyamakan masjid tersebut dengan masjid dhirar dengan mengutip surah at-Taubah ayat 107. "Hanya dijelaskan bahwa masjid kelompok seperti itu memecah belah orang mukmin sehingga boleh dirusak, dibakar, dihancurkan," ujarnya.

Tak berhenti sampai di situ, ada juga anggapan bahwa, jika dibangun, masjid Muhammadiyah akan menimbulkan perpecahan di masyarakat dan dikhawatirkan menimbul pertumpahan darah. Resume inilah yang dikirim ke Kantor Kementerian Agama Bireuen.

Di sisi lain Kasat Intel Polres Bireuen juga membuat laporan bersifat intern tentang kejadian keributan yang terjadi di Polsek Juli dan di Kampung Juli Keude Dua. Mereka merekomendasikan kepada panitia pembangunan masjid untuk menunda pembangunan hingga ada langkah mediasi.

Surat ini yang semestinya bersifat intern dikirim ke Kemenag. "Atas dasar dua surat inilah (dari kecamatan dan dari Polres Bireuen), Kemenag Bireuen menolak memberikan rekomendasi pendirian masjid Muhammadiyah di Juli," ujar Athaillah.

Pihaknya sudah mengklarifikasi ke Polres Bireuen tentang surat dari kasat intel yang dijadikan dasar penolakan oleh kepala Kemenag Bireuen. Dia menyebut, kapolres Bireuen juga kaget dan tidak mengetahui tentang surat itu. Beliau pun langsung menelepon kepala Kemenag untuk mengklarifikasi dasar surat dari Kemenag.

Kepala Kemenag Bireuen akhirnya memanggil panitia, Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Juli, dan PDM Bireuen untuk mediasi. Namun, Athaillah mengatakan, mediasi ini tidak berujung kesepakatan. "Karena ada penolakan dari sekelompok orang dengan ancaman pertumpahan darah," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement