Jumat 20 May 2016 04:53 WIB

Makkah, Jawa, dan Impian Berhaji Diponegoro

Foto:
Sosok Pangeran Diponegoro dalam berbagai lukisan.

Sesampai di Manado keinginan naik haji dia buktikan kembali dengan menyisihkan uang tunjangan hidupnya. Dan sikap hemat untuk menabung uang agar bisa ke naik haji, semakin ditunjukan Diponegoro ketika  tempat penahanannya dipindahkan dari Manado ke Makassar. Bahkan, pada akhir tahun 1830, Residen Makassar sempat terkejut karena menemukan pundi-pundi uang yang besar milik Diponegoro yang tersimpan dalam bentuk uang dan perhiasan. Saat itu dia berhasil menabung uang hingga f 1.762,50.

Khawatir uang itu akan dipakai Diponegoro untuk kembali menggerakan perlawanan, maka padai bulan selanjutnya tunjangan hidup Diponegoro dipangkas, yang pada awalnya sebanyak f 600 per bulan, menjadi f 300, kemudian hanya menjadi f 200 per bulan. Itulah yang kemudian membuat hidup pangeran Diponegoro melarat, mengingat semakin besarnya jumlah anggota rumah tangganya sehingga uang jatah yang semakin kecll itu tak lagi cukup mengongkosi  biaya hidup kesehariannya.

Uniknya lagi, meskipun ‘jatah biaya hidup’ keluarga  Diponegoro di pengasingan dikurangi, tapi pemerintah Belanda tetap tak mau rugi. Ini karena seluruh beban pembiayaan rumah tangga pangeran selama hidup dipengasingan harus ditanggung oleh pihak Kesultanan Yogyakarta yang sering disebut sebagai pihak yang ke luar sebagai pemenang dalam Perang Jawa tersebut. Maka impian Diponegoro untuk berhaji dan tinggal di Makkah pun tak pernah kesampaian.

Ya, sebuah kisah yang tragis memang!

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement