Kamis 19 May 2016 17:32 WIB

Soal Kota Islami, Din tak Sepakat dengan Maarif Institute

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Teguh Firmansyah
Din Syamsuddin
Foto: ROL/Fian Firatmaja
Din Syamsuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil penelitian Maarif Institute terkait Indeks Kota Islami (IKI) menyebutkan kota yang menerapkan regulasi syariah tidak menjamin menjadi kota islami. Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin tidak sepakat dengan hal itu.

"Penilaian itu kan relatif. Jika orang lain mengadakan penelitian mungkin akan lain lagi hasilnya," ujar Din di kantor pusat MUI, Rabu (18/5).

Menurut mantan ketua umum MUI ini, keislaman sebuah kota harusnya dilihat dari penerapan nilai-nilai Islam dalam kehidupan masyarakat. Lebih jauh, penerapan nilai-nilai islami juga harus dijabarkan dalam hubungan antar rakyat dan pemimpin.

Kendati demikian, Din mengatakan penelitian ini tentu bisa menjadi masukan bagi pemimpin yang ada di daerah. Meskipun, bukan sesuatu yang mutlak untuk diterima sepenuhnya.

Baca juga, Penelitian Ungkap Tiga Kota Paling Islami di Indonesia.

Sebelumnya, Maarif Institute merilis hasil penelitian terkait Indeks Kota Islami (IKI). Hasil penelitian mengungkapkan Pemberlakuan regulasi berbasis syariah di beberapa kota tidak menjamin kota tersebut lebih tinggi tingkat keislamiannya dibanding kota yang tidak menerapkan produk hukum sejenis.

Kota yang dianggap paling islami berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Maarif Institute tersebut yaitu Denpasar, Bandung dan Yogyakarta. Adapun penilaian Indeks Kota Islami (IKI) merupakan akumulasi dari penilaian variabel aman, sejahtera, dan bahagia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement