REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cendekiawan muda Indonesia Yudi Latif mengapresiasi penelitian Indeks Kota Islami (IKI) yang baru saja dirilis oleh Maarif Institute pada Selasa (17/5). Menurut Yudi, hasil penelitian IKI ini mengungkap fakta baru terkait kota agamais yang kerap diklaim oleh sebagian kota di Indonesia.
"Prestasi yang pantas diberikan untuk penelitian ini menunjukkan pada kita bahwa kota yang sering mengklaim diri mereka agamais ternyata, baik itu yang komunitasnya Islam maupun non-Islam, ternyata berdasarkan ukuran-ukuran objektif dari sisi keamanan, kesejahteraan, dan kebahagiaan tidak terpenuhi," kata Yudi yang juga menjadi penanggap dalam acara peluncuran IKI, di jakarta, Selasa (17/5).
Yudi mencontohkan Banda Aceh, Tangerang, Tasikmalaya, dan Padang untuk komunitas Islam, serta Jayapura dan Kupang untuk komunitas non-Islam ternyata tidak menemukan skor yang tinggi di dalam Indeks Kota Islami ini. Jadi, Yudi menyimpulkan, kota-kota religius itu justru tidak memenuhi pelayanan masyarakat yang memberikan rasa aman, sejahtera dan bahagia. Sehingga, klaim tersebut dianggap sebagai kompensasi dari kota yang gagal memberikan rasa aman, sejahtera dan bahagia lalu menutupinya dengan klaim kota Islami.
"Perda syariah itu sebenarnya cara untuk menutupi sesungguhnya pelayanan publiknya tidak sungguh-sungguh Islami," tegas Yudi. Selain itu, Yudi menambahkan, penelitian IKI ini mengonfirmasi kota-kota yang kerap terlibat kerusuhan memiliki korelasi dengan rendahnya indeks kebahagiaan di kota tersebut. Seperti kota Makassar yang rawan kerusuhan dengan indeks kebahagiaan hanya mencapai angka 37,50.
Kendati demikian, Yudi mengakui, penelitian ini masih memiliki kelemahan di beberapa sisi, salah satunya karena hanya dengan berdasarkan pada data sekunder. Menurut Yudi, penelitian ini akan lebih bagus apabila mendalami persepsi masyarakat terhadap pelayanan kotanya.
Sebelumnya, IKI merilis bahwa peringkat kota Islami jatuh kepada Denpasar, Yogyakarta, dan Bandung. Tingkat keberislaman sendiri ditentukan oleh tiga variabel, yaitu aman, sejahtera, dan bahagia.
Variabel sejahtera terdiri atas beberapa indikator, yaitu perlindungan hukum, kepemimpinan, kebebasan beragama, dan keyakinan serta pemenuhan hak politik perempuan, hak anak, dan difabel. Sementara, variabel sejahtera terdiri atas indikator pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan kesehatan. Terakhir, variabel bahagia terdiri atas indikator kesetiakawanan dan harmonisasi dengan alam.
Denpasar unggul dengan nilai indeks kebahagian mencapai angka 100, kemudian disusul oleh Yogyakarta dan Bandung dengan skor indeks kebahagiaan 87,50. (Baca: Denpasar Jadi Kota Paling Islami di Indonesia)