Senin 09 May 2016 11:58 WIB

JK Tekankan Peran Ulama Cegah Radikalisme

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Damanhuri Zuhri
Wakil Presiden RI Jusuf Kalla
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Wakil Presiden RI Jusuf Kalla

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla menekankan pentingnya peran alim ulama dalam mencegah radikalisme dan terorisme yang terjadi di berbagai belahan dunia.

Di hadapan para alim ulama dari berbagai negara, JK menyampaikan para pelaku terorisme selama ini memiliki paham yang salah dalam melaksanakan ajarannya.

"Buat apa dia mendapatkan kekayaan kalaupun dia meninggal, apa yang dia cari? Persoalannya siapa yang mengajari dengan membunuh satu sama lain akan masuk surga? Di situlah tugas ulama dan pemimpin meluruskan masalah ini," kata JK saat membuka Islamic Summit di JCC, Jakarta, Senin (9/5).

JK menilai para ulama memiliki peran untuk meluruskan kembali paham dan pikiran-pikiran para pelaku teror yang salah. Pengalaman serangan terorisme sebagai jalan pintas untuk mencari surga terjadi di berbagai negara, termasuk di Indonesia, yakni di Poso dan di Ambon.

Lebih lanjut, JK mengatakan, radikalisme merupakan pemikiran yang menyimpang dan hanya dapat diubah dengan cara berpikir yang benar. Hal inilah yang menjadi tugas para alim ulama untuk meluruskannya, salah satunya dengan menyebarkan dakwah.

"Mari kita luruskan hal-hal itu di tengah-tengah pergolakan pikiran dewasa ini. Karena itulah para alim ulama, para pemimpin moderat, kita hadir di sini dengan satu tujuan, bagaimana Islam menjadi rahmat untuk seluruh isi alam, bukan saling membunuh, bukan saling menghancurkan," kata JK mengingatkan.

Lebih lanjut, JK menyampaikan, mayoritas negara Islam memiliki kekayaan alam yakni berupa 2/3 sumber minyak dan gas di dunia. Sehingga, negara Islam memiliki potensi yang besar untuk menyejahterakan rakyatnya.

Sayangnya, kata JK, berbagai konflik di dunia Islam masih sering terjadi yang kemudian menyebabkan rakyatnya menderita. Untuk menyelesaikan konflik tersebut, JK menilai diperlukan persatuan dan kesatuan seluruh negara-negara Islam.

Radikalisme, kata JK, selalu timbul di negara-negara Islam yang gagal. Ia mencontohkan, munculnya kelompok Al-Qaida di Afghanistan dan ISIS di Irak dan Suriah. Kegagalan negara-negara Islam itupun tak terlepas dari tindakan para pemimpin negara yang otoriter serta serangan dari negara-negara lain.

"Yang terbesar adalah radikalisme negara ke negara lain. Bagaimana negara-negara besar menyerang negeri itu dengan alasan demokrasi. Afghanistan diserang Rusia, Irak oleh Amerika dan para sekutunya tentunya, tanpa alasan yang jelas. Begitu juga Libya," terang dia.

Akibatnya, masyarakat di negara-negara tersebut khawatir dan marah terhadap kondisi yang ada. Lebih lanjut, JK menilai, tindakan radikalisme dan terorisme yang dilakukan para pelaku teror di Eropa justru dilakukan orang yang kurang memahami agama. Bahkan, mereka justru tak melaksanakan ajaran Islam.

"Yang paling menyedihkan, kita saling menyerang satu sama lain, saling menghancurkan satu sama lain, tanpa alasan yang jelas," jelas JK.

Selain itu, perbedaan yang ada juga sering kali menjadi penyebab terjadinya konflik, seperti perbedaan ideologi, perebutan energi, permasalahan di pemerintahan dan demokrasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement