REPUBLIKA.CO.ID, "Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjid Al-Haram ke Al-Masjid Al-Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS Al-Isra [17]: 1).
Setiap tanggal 27 Rajab, umat Islam memperingati peristiwa Isra Mi’raj. Menurut cendekiawan Muslim Prof DR KH Didin Hafidhuddin MSc peristiwa ini adalah peristiwa mukjizat terbesar kedua yang diterima Rasulullah SAW setelah Alquran. Karena itu, maka peristiwa Isra diabadikan dalam Alquran Surat Al-Isra ayat 1. Sedangkan peristiwa Miraj diabadikan dalam Surat An-Najm ayat 13 dan 14.
Ada beberapa hikmah dan pelajaran penting dari peristiwa ini. Yang pertama, kata dia, peristiwa ini adalah menunjukkan ke-Mahakuasaan dan kebesaran Allah. Dia akan mengangkat derajat setinggi-tingginya hamba-Nya yang ingin menjadi Abdullah yakni orang yang mewakafkan dirinya untuk kepentingan agama Allah,'' tandas Direktur Pasca Sarjana UIKA Bogor.
Ia juga mengatakan, Abdullah atau hamba Allah adalah gelar tertinggi yang harus diraih oleh setiap Mukmin. ''Jadi, gelar tertinggi itu bukan profesor atau doktor dan juga bukan kiai, bukan ustaz tapi gelar yang tertinggi adalah menjadi hamba Allah.
Hamba Allah, kata dia, artinya ia hanya ingin dikendalikan oleh Allah SWT. Artinya dia menafikan pengendalian-pengendalian lainnya. Hamba Allah yang baik dia tidak akan dikendalikan oleh harta, oleh jabatan, kedudukan sehingga dia tidak menjadi abdul mal (hamba harta), abdul kursi (hamba jabatan), abdul butun (hamba syahwat), dan lain sebagainya.