Ahad 01 May 2016 07:15 WIB

Tokoh Berikut Menjadi Poros Ilmu Ulama Betawi dan Dunia

Rep: marniati/ Red: Nasih Nasrullah
Suasana Kabah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi
Foto: ROL/Sadly Rachman
Suasana Kabah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satu-satunya ulama Betawi yang memiliki pengaruh di dunia Islam pada awal ke-19 serta menjadi pangkal, poros atau ujung puncak utama silsilah ulama Betawi masa kini adalah Syekh Junaid al-Betawi.

Ridwan Saidi dalam Peran Ulama Betawi dari Abad ke-14 Sampai Orde Baru menjelaskan Junaid Al-Betawi adalah ulama Betawi yang lahir di Pekojan yang berpengaruh di Makkah walau hanya enam tahun bermukim di sana. Ia imam Masjid al-Haram, guru para guru yang terkenal se-antero dunia Islam sunni dan mazhab Syafi`i sepanjang abad ke-18 dan 19.

Menurut Ridwan Saidi, Syekh Junaid mempunyai banyak murid yang kemudian menjadi ulama terkemuka di tanah air bahkan di dunia Islam. Misalnya, Syekh Nawawi al-Bantani al-Jawi pengarang Tafsir Al-Munir dan 37 kitab lainnya yang masih diajarkan di berbagai pesantren di Indonesia dan di luar negeri.

Ada pula muridnya yang lain, yaitu Syekh Ahmad Khatib bin Abdul Latif al-Minangkabawi, imam, khatib dan guru besar di Masjid al-Haram, sekaligus Mufti Mazhab Syafi'i pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 serta pengarang banyak kitab.

Menurut Rakhmad Zailani Kiki dalam Genealogi Intelektual Ulama Betawi, khusus mengenai murid-murid Betawinya yang kemudian menjadi ulama terkemuka, belum banyak diketahui kecuali Syekh Mujitaba (Syekh Mujitaba bin Ahmad al-Betawi) dari Kampung Mester yang dinikahkan dengan putri Syekh Junaid. Muridnya yang lain adalah Guru Mirshod, Ayah dari Guru Marzuki Cipinang Muara.

Kiprah Syaikh Junaid Al-Betawi sedikit banyak terungkap dari catatan perjalanan Snouck Hurgronje, seorang orientalis terkemuka asal Belanda saat menyusup ke kota Makkah yang perjalanannya ditulis dan dibukukan dengan judul Mecca in the latter part of 19th Century. 

Saat Snouck Hurgronje ingin bertemu dengan Syaikh Junaid ia ditolak oleh Syaikh Junaid. Menurut Hurgronje, saat ia menyusup ke Makkah diketahui bahwa Syekh Junaid telah bermukim di Makkah selama 60 (enam puluh) tahun, tepatnya sejak 1834.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement