REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Hisab Rukyat (BHR) Kementerian Agama Thomas Djamaluddin mengatakan proses penyatuan penghitungan masih terus dilakukan oleh Kementerian Agama. Proses ini terus dilakukan diawali musyawarah bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) Agustus 2015 lalu.
"Kami juga membentuk tim pakar astronomi dan saya sendiri sebagai ketuanya, kami memberikan rekomendasi kepada MUI untuk dijadikan sebagai rujukan penghitungan, tetapi hingga saat ini belum ada keputusan," jelas dia kepada Republika.co.id, Selasa (19/4).
Thomas mengaku pihaknya terus melakukan dialog bersama MUI dan berbagai ormas Islam untuk mencari titik temu. Satu per satu mereka menemui ormas Islam agar rencana ini mendapatkan hasil.
Meski demikian, proses penyatuan ini tidak hanya menggabungkan ide orang per orang tetapi juga kelompok secara keseluruhan. Dia menjelaskan, penyatuan ini memang membutuhkan waktu untuk berhasil menyepakati penghitungan tersebut.
Thomas berharap secepatnya mereka mendapatkan titik temu. Dia optimistis dalam analisa timnya tahun depan untuk Muhammadiyah dan NU hampir tidak ada peluang perbedaan.
Meskipun bisa saja ketika rukyat tetap ada perbedaan, ini masih membutuhkan dialog. Thomas menyarankan agar ilmu astronomi dapat digunakan dengan masukan dari kriteria seluruh ormas Islam.
Selama ini kendala yang dihadapi olehnya aalah sikap resistensi dari para ormas. Mereka cenderung masih mempertahankan kriteria penghitungan masing-masing yang menjadi keyakinannya, perlu ada pembaruan kriteria lama sehingga terjadi kesepakatan.