REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VIII DPR meminta semua pondokan haji di Madinah tetap berada di dalam wilayah Markaziah. Tim juga diminta membuat jadwal yang akurat mengingat pondokan Madinah menggunakan sistem pelayanan bukan blocking time.
Sementara, untuk pondokan di Makkah, Komisi VIII meminta tim berfokus kepada pengelola yang mempunyai reputasi tahun lalu. "Kemudian mendorong tim Kementerian Agama (Kemenag) segera melakukan rekrutasi dan menyelesaikan kontrak dengan pondokan baru dengan sentra wilayah lebih sedikit dibanding tahun lalu agar lebih terkelola," ujar Wakil Ketua Komisi VIII Sodik Mudjahid dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Senin (11/4).
Selain pondokan, bus shalawat juga menjadi perhatian Komisi VIII dalam memantau persiapan pelaksanaan ibadah haji. Berkaitan dengan bus shalawat, Komisi VIII meminta tiga hal.
Pertama, semua Pondokan dengan jarak di atas satu kilometer harus dilengkapi bus shalawat. Kedua, di tiap bus disediakan petugas keamanan dari TNI, Polri, mahasiswa, atau pramuka yang memenuhi kriteria mampu melindungi jamaah Indonesia dari serobotan jamaah lain dalam peak season. Ketiga, rasio bus jamaah harus diperbaiki dibanding tahun lalu.
Namun, kata Sodik, ada hal yang paling mengkhawatirkan, yakni sosialisasi situasi dan kondisi lapangan atau medan haji, termasuk sosialisasi persyaratan dan pondokan, bus antarkota, bus shalawat, katering, dan lainnya kepada calon jamaah dan petugas jamaah haji Indonesia. Kekhawatiran ini mengingat pola manasik haji untuk calon jamaah yang tidak berubah.
Hanya sebatas penjelasan pola ibadah dan pola diklat untuk petugas yang selama ini terkesan asal-asalan dan sebatas formalitas dibanding dengan beban tugas yang berat. "Kami sudah berulang kali minta Kemenag untuk mengubah materi dan pola manasik, tapi sampai tahun ini belum ada perbaikan sama sekali," kata Sodik.