Kamis 31 Mar 2016 17:41 WIB

Kim Dae Yong, Mualaf Korea yang Fasih Bahasa Arab

Rep: MGROL57/ Red: Agung Sasongko
Prof. Kim Dae Yong
Prof. Kim Dae Yong

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Kim Dae Yong, warga Korea Selatan pernah bepergian di Timur Tengah pada tahun 1980. Pengalamannya di negara-negara mayoritas Muslim tersebut membuatnya tergugah untuk menghidupkan kembali kehangatan sambutan sesama Muslim yang dirasakannya.

Dilansir dari Korea Times, Rabu (30/3), Kim yang kemudian mendirikan Pusat Budaya Islam Jeju tersebut membekas sangat dalam di hidupnya sebagai seorang mualaf.

Pada tahun 1980-an, Kim mengadakan perjalanan di Timur Tengah. Perjalanannya itu membentuk kembali pandangannya terhadap dunia dan semakin memperdalam ikatannya dengan sesama Muslim.

Apa yang dilihatnya sangat berbeda dengan yang diketahuinya dari kelas sejarah. Namun keramahan masyarakat Muslim lokal adalah hal yang paling tidak bisa dilupakannya. Pada musim panas 1983 di Jerash, Yordania, Kim menerima sambutan sangat hangat.

"Saat itu saya sangat lelah dan sama sekali tidak memiliki tempat untuk bermalam," cerita Kim.

Dalam pengalamannya itu, ia baru selesai menjalankan shalat Maghrib di sebuah masjid di Jerash. Kemudian ia menghampiri imam yang tak dikenalnya, dan meminta bantuan untuk mencarikan tempat menginap.

Awalnya imam tersebut terkejut karena tak pernah bertemu dengan Muslim dari Korea, terlebih yang fasih berbahasa Arab. Kim kemudian menjelaskan ia pernah mempelajari hukum syariah di Universitas Qatar. Kemudian imam tersebut memanggil beberapa orang di masjid, menanyakan apakah ada yang mau menampung Kim barang semalam.

"Saya melihat beberapa orang mengangkat tangan, dan seorang tetua membawa saya ke rumahnya. Ia menyajikan ayam untuk makan malam, dan menyediakan kamar putranya untuk saya tempati," kenang Kim.

"Esoknya, setelah saya pamit, ia mengeluarkan selembar uang dari sakunya dan memberikannya pada saya. Ia menyuruh saya untuk membeli minuman ketika saya haus. Kemurahannya hampir membuat saya menangis,"tambahnya.

Beberapa kali selama perjalanannya, Kim bertemu dengan orang-orang yang menyambutnya seperti keluarga sendiri. Mereka, menurut Kim, memiliki perasaan untuk membantu seorang pemuda yang bepergian sendirian. Pengalaman itu sangat berbekas di hati Kim bahkan setelah ia menyelesaikan studinya di Qatar. Pada tahun 1992, ia pun mendirikan Pusat Kebudayaan Islam Jeju.

"Setelah meninggalkan Qatar, saya merasa berhutang karena orang-orang di Timur Tengah sangat baik pada saya dan memperlakukan saya seperti keluarga mereka. Maka saya berpikir, saya harus membantu para pengunjung Muslim di Jeju," jelas Kim.

Pusat kebudayaan tersebut, selama dua dekade terakhir, digunakan sebagai fasilitas ibadah bagi pelancong Muslim. Kim juga menyediakan pemandu bagi wisatawan Muslim yang membutuhkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement