Rabu 16 Mar 2016 09:32 WIB

Membangkitkan Kerajinan Payung Juwiring

 Pengrajin sedang menyelesaikan pembuatan payung hias di desa Kewarasan, Juwiring, Klaten, Jawa Tengah.
Foto:

Omzet penjualan payung berkisar antara Rp 20 juta-Rp 30 juta per-bulan. DD ingin mendongkrak omzet, minimal Rp 100 juta hingga Rp 200 juta per-bulan. Bila perlu mencapai Rp 400 juta per bulan. Untuk ini, kata Parni Hadi, butuh modal kerja dan peralatan modern. Sehingga produksi mampu bersaing dari sisi kualitas dan kuantitas. Paling tidak, bersaing dengan payung produk Tasik, Jabar.

Parni Hadi optimistis, jika omzet naik, pasti keuntungan juga naik. Otomatis kelompok usaha ini mampu membayar tenaga kerja lebih tinggi. Jika ini yang terjadi, berarti sektor kerajinan payung menjadi daya tarik lagi bagi generasi muda. Soal pemasaran, semua pihak bisa dilibatkan. Pemkab, Pemprov, hingga Kementerian Pariwisata, harus terlibat dalam promosi proyuk payung anak bangsa sendiri ini.

Beragam jenis payung yang dipasarkan. Mulai payung untuk kematian, payung pelindung panas dan hujan, payung untuk keraton, payung hiasa hotel dan rumah makan. Juga payung cap lampu ruangan mewah.''Instansi pemerintah maupun swasta bila mengadakan acara seremonial, bisa memanfaatkan payung sebagai cindera mata. Atau oleh-oleh khas daerah,'' pintanya.

DD memiliki program pengembangan dan pemberdayaan UMKM (Usaha Kecil Menengah dan Mikro) dan pertanian. Semua, apapun hasil kegiatan masyarakat, merupakan hasil karya budaya. Kelompok mereka ini, musti diberdayakan, dan dididik, hingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement