Rabu 16 Mar 2016 06:34 WIB

Mengenali Makna Musibah

Tim penolong berupaya mengevakuasi korban pada musibah kecelakaan lalulintas di jalur alternatif mudik Lebaran 1436 Hijriyah, di Dusun Deplongan, Desa Wates, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Kamis (16/7).Republika/Bowo Pribadi
Foto: Republika/Edi Yusuf
Masyarakat melakukan Shalat Istisqa di Alun-alun Kota Bandung, Ahad (23/10). Tidak hanya untuk Bandung, shalat minta hujan itu juga dikhususkan untuk daerah yang terkena musibah asap.

Musibah tidak membedakan sasaran yang dikenainya. Ia dapat menimpa manusia yang saleh, seperti seorang nabi, atau manusia yang biasa berbuat maksiat. 

Jika datang kepada manusia saleh, maka musibah harus dipandang sebagai penguji keimanan sebagaimana dijelaskan Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 155 dan 156 yang artinya, ''Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi raji'un (sesungguhnya kami semua adalah milik Allah dan kepada-Nyalah kami akan kembali).

Tetapi jika menimpa orang yang biasa berbuat maksiat, maka musibah harus diartikan sebagai siksaan. Allah SWT berfirman dalam surat Muhammad ayat 10 yang artinya, ''Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga mereka dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima akibat seperti itu.''

Walaupun musibah secara lahiriyah tidak menyenangkan, namun bagi orang saleh, hakikatnya diartikan sebagai sarana untuk meningkatkan derajat keimanannya di sisi Allah SWT. Sedangkan bagi orang kafir, musibah memang dimaksudkan untuk membalas kekafiran mereka.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement