REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan direktur Pascasarjana IAIN Jambi Lias Hasibuan mengingatkan, pembinaan kepada suku khusus seperti Suku Anak Dalam perlu mencontoh Walisongo di Jawa.
Menurut Lias, Walisongo sukses mengajarkan kehidupan dan keagamaan melalui tradisi masyarakat Jawa. “Jangan sampai mengajari mereka justru dengan mengganti tradisi mereka. Langkah seperti itu biasanya lebih banyak gagal daripada berhasilnya,” tuturnya saat berbicara pada workshop pengembangan pendidikan agama dan keagamaan di Jambi, Kamis (10/03) lalu dikutip dari laman resmi Kemenag
Pandangan Lias diamini oleh salah satu warga suku Kokoda di Papua yang ikut dalam workshop ini. Menurut dia, layanan pendidikan keagamaan sejauh ini masih sebatas silaturahmi. Mereka menanyakan masalah yang dihadapi, memberikan bantuan, lalu meniggalkan begitu saja.
“Ini berbeda dengan gerakan keagamaan lain yang mau menunggui komunitas tertinggal dan membinanya,” terang warga suku Kokoda itu sebagaimana dikutip peneliti Puslibang Penda, Murtado.
Kabid Litbang Pendidikan Nonformal/Informal Kementerian Agama, Murtado menyatakan kajian penangangan suku/masyarakat tertinggal ini akan mengambil kasus-kasus pada tiga konsteks sosial, yaitu: suku tertinggal, masyarakat tertinggal di perbatasan negara, dan masyarakat tertinggal di bidang kemaritiman.
Untuk menyusun roadmap tersebut, tim pengkaji bidang nonformal berencana melakukan blusukan ke beberapa lokasi seperti Suku Anak Dalam di Jambi, masyarakat tertinggal di perbatasan negara di Nusa Tenggara Timur, dan masyarakat tertinggal di bidang kemaritiman di Pulau Buton Sulawesi Tenggara.