Sabtu 12 Mar 2016 21:23 WIB

Pembinaan Agama Suku Anak Dalam Perlu Contoh Walisongo

Anak rimba perkampungan Suku Anak Dalam di kecamatan Sarolangun, Jambi, pada 17 Januari 2007. (ilustrasi)
Foto: Republika/Darmawan
Anak rimba perkampungan Suku Anak Dalam di kecamatan Sarolangun, Jambi, pada 17 Januari 2007. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan direktur Pascasarjana IAIN Jambi  Lias Hasibuan mengingatkan,  pembinaan kepada suku khusus seperti Suku Anak Dalam perlu mencontoh Walisongo di Jawa. 

Menurut Lias, Walisongo  sukses mengajarkan kehidupan dan keagamaan melalui tradisi masyarakat Jawa. “Jangan sampai mengajari mereka justru dengan mengganti tradisi mereka. Langkah seperti itu biasanya lebih banyak gagal daripada berhasilnya,” tuturnya saat berbicara pada workshop pengembangan pendidikan agama dan keagamaan di Jambi, Kamis (10/03) lalu dikutip dari laman resmi Kemenag

Pandangan Lias diamini oleh salah satu warga suku Kokoda di Papua yang ikut dalam workshop ini. Menurut dia, layanan pendidikan keagamaan sejauh ini  masih sebatas silaturahmi. Mereka menanyakan masalah yang dihadapi, memberikan bantuan, lalu meniggalkan begitu saja.

 “Ini berbeda dengan gerakan keagamaan lain yang mau menunggui komunitas tertinggal dan membinanya,” terang warga suku Kokoda itu sebagaimana dikutip peneliti Puslibang Penda, Murtado.

Kabid Litbang Pendidikan Nonformal/Informal Kementerian Agama, Murtado menyatakan kajian penangangan suku/masyarakat  tertinggal ini akan   mengambil kasus-kasus pada tiga konsteks sosial, yaitu: suku tertinggal, masyarakat tertinggal di perbatasan negara, dan masyarakat tertinggal di bidang kemaritiman. 

Untuk menyusun roadmap tersebut, tim pengkaji bidang nonformal berencana melakukan blusukan  ke beberapa lokasi seperti Suku Anak Dalam  di Jambi, masyarakat tertinggal di perbatasan negara di Nusa Tenggara Timur, dan masyarakat tertinggal di bidang kemaritiman di Pulau Buton Sulawesi Tenggara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement