REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus jamaah umrah yang gagal berangkat terus bertambah dan meresahkan masyarakat. Pengamat Haji, Muhammad Subarkah mengatakan, banyaknya jamaah umrah yang gagal berangkat ini sebenarnya persoalan lama.
Menurut dia, selama regulasi mengenai sanksi bagi penyelenggara umrah (travel haji) tidak jelas, maka persoalan ini tidak pernah diselesaikan. Kementerian Agama, kata Subarkah menilai, selaku pengawas juga mengambang sikapnya.
"Misalnya dalam UU penyelenggaraan haji sekarang belum ada seperti apa sanksi bagi pelaku travel umrah nakal tersebut, apakah cukup sekedar hubungan keperdataan atau persoalan pidana," katanya kepada Republika.co.id, Jumat (11/3).
Karena ketidakjelasan sanksi ini, maka travel umrah nakal selalu memakai dalih ini. Ketika orang menuntut travel yang gagal memberangkatkan jamaah, mereka berdalih nanti akan diberangkatkan.
"Makanya janjinya hanya menjadi perdata, utang piutang biasa," ujarnya.
Untuk itu, ke depan harus ada aturan batas waktu, kepada travel umrah kapan sebuah travel bisa dikatakan menipu atau ingkar janji. Apakah sebulan atau tiga bulan dari batas waktu.
Sebab kalau ini tetap tidak jelas, para travel nakal ini akan terus mengumpulkan uang masyarakat, kemudian diputar di di bisnis lain atau valas, dan beralasan tetap diberangkat tapi dalam waktu yang lama.
Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi NasDem, Choirul Muna mengatakan aturan di Kementrian Agama terkait sanksi travel umrah ini memang belum bisa maksimal. Padahal yang ditangani tambah banyak.
"Karena itu dibutuhkan nomenklatur baru segera difungsikan dan perlu evaluasi pengelolaan dan pengawasan," katanya.
Kemenag mengungkapkan ada 14 travel nakal yang selalu gagal memberangkatkan jamaah umrahnya selama 2015. Republika.co.id kemudian menelusuri 14 agen travel nakal itu. Sebagian besar alamat travel nakal tersebut berada di wilayah Jakarta, Cirebon, Makassar dan Riau.