REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak keempat Muslimah berdarah Amerika Selatan ini memutuskan untuk hijrah ke Islam, mereka menghadapi banyak rintangan. Dilansir dari Huffington Post, Kamis (10/3), Aamilah Vilchez, Mariana Aguilera, Shailie Nieves, dan Zainab Ismail membagikan pengalaman mereka menjalani hidup sebagai Muslim. Tidak hanya menemukan ketidaktahuan mengenai Islam, keempat wanita Latin tersebut harus berhadapan dengan sentimen anti-Muslim.
Mereka merupakan bagian dari proyek video kampanye oleh Vivala.com. Di sana, Vilchez dan tiga Muslimah lainnya berbagi semua hal yang ingin mereka beritahukan pada masyarakat, terutama tentang Islam. Mereka hendak menegaskan tidak ada yang memaksa mereka mengenakan hijab dan mengedukasi orang-orang dengan Islamofobia yang membuat mereka merasa tertekan.
"Pada satu hari, ada dua pria berkulit putih dari bagian produksi yang datang pada saya, dan di hadapan saya ia memanggil saya seorang teroris," cerita Aguilera, Muslimah keturunan Meksiko, dalam pembuka video kampanye tersebut.
Nieves, Muslimah asal Puerto Rico, yang menjalankan Islam bersama keluarga dekatnya, menceritakan hal yang sama dengan pengalaman Aguilera. Nieves dan ibunya hijrah menjadi Muslim beberapa tahun setelah peristiwa 11 September 2001, atau tragedi runtuhnya menara kembar World Trade Center. Suatu saat, Nieves yang mengenakan hijab tengah berjalan-jalan dengan keluarga dan kawannya. Dia menghadapi serangan Islamofobia saat itu.
"Sebuah mobil jip lewat, ada empat pria di dalamnya dan mereka berteriak 'kembali ke negara kalian, kembali ke Iraq' lalu melemparkan botol bir ke arah saya," tuturnya.
Keempat Muslim latin tersebut adalah bagian dari meningkatnya jumlah penduduk selatan Amerika yang mulai memeluk Islam. Januari lalu, Pusat Riset Pew mengestimasi sekitar 3,3 juta Muslim tinggal di Amerika Serikat pada 2015 dan riset lainnya memperkirakan 4 persen Muslim di Amerika berdarah Latin.
Video kampanye anti-Islamofobia tersebut dapat ditonton di situs Vivala.com beserta kisah mereka masing-masing.