REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Gerhana Matahari Total (GMT) yang melintasi beberapa kota di Indonesia tak hanya menarik perhatian kalangan ilmuwan, tapi juga ulama. Ketua PC Nahdlatul Ulama Kota Bekasi, Jawa Barat, KH Zamakhsyari Abdul Majid, berpandangan GMT paling tidak memiliki lima hikmah.
"Setinggi apapun makhluk, sehebat apapun ilmu, jabatan, dan kekuasaan manusia pada akhirnya harus patuh pada ketentuan Allah. Jangan sombong akan ketinggian yang ada pada kita. Matahari tinggi di atas sana, tapi tetap patuh dan taat kepada Allah," kata Kiai Zamakhsyari, di Bekasi, Rabu (9/3).
Kiai Zamakhsyari melanjutkan, gerhana matahari merupakan tanda kebesaran Allah. Matahari dan bulan beredar sesuai Sunnatullah. Fenomena alam itu menunjukkan bahwa matahari dan bulan adalah makhluk ciptaan-Nya, bukan Tuhan yang layak disembah sebagaimana pandangan beberapa kaum.
Menurut Kiai Zamakhsyari, gerhana matahari juga mengingatkan manusia akan banyaknya dosa yang telah dia lakukan. Nabi Muhammad menganjurkan kaum Muslim untuk bergegas ke masjid menunaikan shalat dan memperbanyak istighfar saat terjadi gerhana. Ketika gerhana, umat diminta banyak bertobat dan memohon ampun.
Dengan adanya gerhana matahari, lanjut Ketua PCNU Kota Bekasi, manusia tersadarkan bahwa Allah-lah yang menggerakkan semua makhluk. Matahari dan bulan mencapai posisi gerhana atas kekuasaan Allah. Begitu pula, semua yang terjadi dalam kehidupan manusia digerakkan oleh Allah.
Terakhir, fenomena alam ini mengajarkan manusia untuk banyak bersyukur dan bersujud. "Setiap ada kejadian dahsyat yang mengejutkan, kita kembalikan itu adalah kekuasaan Allah dengan mengucapkan tasbih dan banyak bersujud karena sujud adalah manifestasi syukur kepada Allah," ujar Kiai Zamakhsyari.