Oleh Anwar Holid
Sudah cukup lama saya menutup kitab itu dalam ingatan, meskipun tentu saja tak bisa melupakannya begitu saja. Itu karena setiap kali shalat, minimal sebagai Muslim saya melakukan pengingatan terhadap firman Allah semampunya. Meskipun kualitasnya harus terus-menerus diuji.
Kata seorang teman, namanya Zulfahmi Andri, Alquran itu termasuk buku yang "tak pernah tamat" dibaca. Itu artinya buku yang harus terus-menerus dibaca ulang, dipilih-pilih lagi, diingat-ingat lagi. Kenapa bisa begitu, karena ternyata tingkat pemahaman yang terkandung di dalamnya bisa berlapis-lapis.
Saya pikir jangan kata Alquran, fenomena itu sudah pasti terjadi pula atas semua buku suci, baik yang "ilahiyah" atau "manusiawi" --Injil, Vedanta, Bagavadgita, Zabur, Taurat, Tafsir Alquran, juga Das Kapital, Ulysses, Tractatus Logico-Philosophicus, bahkan Kamasutra. Dia bilang, barangkali yang lebih penting dilakukan itu menyegarkan ingatan akan suatu hal atau keterangan, alih-alih mencari pemahaman baru yang bisa jadi memang belum mampu kita lakukan.