Jumat 05 Feb 2016 04:28 WIB

Perlukah Kerudung Disertifikasi Halal?

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Damanhuri Zuhri
Aneka koleksi kerudung
Foto: prayogi/republika
Aneka koleksi kerudung

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -– Peritel busana muslim ZOYA tengah menjadi perhatian khalayak dunia maya tepatnya sejak perusahaan busana Muslim terbesar di Indonesia ini mengeluarkan iklan  kerudung bersertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Melalui akun media sosial Instagramnya, ZOYA mengumumkan kerudung produksinya merupakan kerudung pertama yang bersertifikat halal di Indonesia.

"Alhamdulillah zoya mendapatkan sertifikat dari MUI, sebagai kerudung halal pertama di Indonesia. ZOYA, cantik, nyaman, halal," kicau @zoyalovers.

Iklan ini tak pelak mendapatkan berbagai respon dari masyarakat, baik negatif maupun positif. Namun, ZOYA menganggap ini sebagai langkah untuk melindungi para konsumennya dari produk-produk yang tidak halal.

Zoya memberi kepastian kepada para konsumennya dengan mendapatkan sertifikasi halal dari Badan resmi yang telah ditunjuk pemerintah.

“ZOYA bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan kepada konsumen muslimah agar konsumen muslimah terhindar dari memakai bahan yang haram atau diragukan kehalalannya,” ujar Creative Director Shafira Corporation, Sigit Endroyono, kepada Republika, Kamis (4/2).

Sertifikasi ini juga sekaligus untuk mengedukasi masyarakat bahwa halal tidak hanya sebatas pada produk makanan, minuman dan obat-obatan saja.

Sigit menilai produk halal di sektor busana tidak banyak dipahami khalayak. Sehingga, edukasi serupa ini penting untuk dilakukan demi perlindungan sesuai tuntunan agama Islam.

Langkah ini, menurut Sigit, mengacu pada Undang-undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) yang akan diterapkan pada 2019 mendatang. UU JPH mengikat para produsen untuk menjamin kehalalan produk yang dijual ke masyarakat tidak terbatas pada makanan, minuman dan obat-obatan.

Senada dengan Sigit, Ketua Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI, Lukmanul Hakim, mengakui adanya kemungkinan sebuah produk kain diproduksi dengan bahan-bahan tambahan yang tidak halal. Sehingga, kehalalan sebuah produk perlu dibuktikan dengan sertifikasi halal. “Sertifikasi adalah alat pembuktian bahwa sebuah produk tidak haram,” ujar Lukmanul Hakim.

Kendati sertifikasi halal penting untuk dilakukan, Lukmanul Hakim menyayangkan masih sedikit sekali perusahaan yang mendaftarkan produknya untuk disertifikasi. Lukmanul Hakim bahkan membantah MUI telah mengeluarkan sertifkat halal untuk produk kerudung ZOYA.

“MUI belum pernah melakukan sertifikasi kerudung,” kata Lukmanul Hakim menegaskan. Sementara ini, MUI Jawa Barat baru mensertifikasi produk kain yang diproduksi oleh PT Central Georgette Nusantara. MUI menduga ZOYA menggunakan kain yang diproduksi PT Central Georgette Nusantara untuk bahan kerudungnya.

Namun demikian, Lukmanul Hakim mengakui pemahaman masyarakat masih sangat rendah tentang pentingnya sertifikasi halal sebuah produk. Untuk itu, upaya edukasi dan sosialisasi harus terus digalakkan.

Lain halnya dengan Desainer Busana Muslim, Lulu Elhasbu. Mantan model Muslimah ini memandang sudah menjadi kewajiban bagi seorang perancang busana Muslim untuk selalu menyajikan yang baik dan halal sesuai syariah Islam bagi konsumennya, baik bersertifikat atau pun tidak. “Selagi kita tahu bahannya aman kita akan berjalan seperti biasanya,” ujar Lulu.

Lulu mengaku hal pertama yang ia pertimbangkan dalam memilih kain untuk rancangannya adalah faktor kenyamanan, tidak mudah kusut, warna dan polanya.

Namun Lulu mengaku siap apabila ke depannya pemerintah mewajibkan semua produk yang digunakan untuk memproduksi busana harus memiliki sertifikat halal. “Kalau dicanangkan saya yakin semua desainer akan berupaya untuk memenuhinya,” kata Lulu menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement