REPUBLIKA.CO.ID, ZAMBOANGA CITY -- Menjelang berakhirnya tiga hari masa sidang di Kongres Parlemen Filipina sebelum dibubarkan untuk dilakukan pemilihan ulang, kekecewaan dirasakan bagi Muslim Filipina, khususnya Bangsamoro. Harapan 17 tahun perdamaian Pemerintah Filipina dengan pejuang kemerdekaan di Filipina selatan bisa terancam karena tidak disahkannya Undang-Undang (UU) Bangsamoro yang sebelumnya telah diharapkan.
Ini disampaikan anggota parlemen Muslim pekan ini yang menyatakan bahwa harapan Bangsamoro memiliki UU khusus tinggal sedikit. Jika ditunda, beleid itu terpaksa menunggu proses pemilihan ulang anggota parlemen pada Mei mendatang. Kondisi ini dikhawatirkan akan memunculkan kembali konflik skala besar di wilayah selatan Filipina yang sangat tertinggal, tapi dikenal kaya akan sumber daya alamnya.
Perwakilan anggota parlemen dari Distrik Lanao del Sur, Pangalian Balindong, kepada Anadolu Agency, Ahad (31/1), mengatakan kekecewaannya terhadap kinerja parlemen menghadirkan UU Bangsamoro. "Ini adalah hari-hari yang paling menyedihkan dari kinerja terendah legislatif," kata Balindong yang juga perwakilan pemimpin mayoritas Muslim Mindanao di parlemen.
Dengan berat hati, ia menutup harapan atas proses panjang UU Bangsamoro, setelah 51 kali dengar pendapat umum, 200 jam perdebatan di komisi, dan delapan bulan konsultasi dengan semua ahli di bidang hukum. Itu semua hanya percuma dan menjadi kegiatan yang tidak jelas. "Kami hanya sepuluh suara sendirian di tengah prasangka dan kebencian di dalam parlemen," katanya
UU Bangsamoro ini setidaknya tertunda 10 bulan di tengah perdebatan panjang antara anggota parlemen, yang dipimpin Ferdinand Marcos junior, putra mantan presiden Filipina Ferdinand Marcos. Front Pembebasan Islam Moro (MILF) menegaskan tidak bisa menerima sikap ini karena sebelumnya telah mendapatkan janji UU Bangsamoro dari pemerintahan Filipina.