REPUBLIKA.CO.ID, SOUTH CAROLINA -- Sebuah rancangan undang-undang (RUU) baru dengan sentimen anti-Islam kembali diperkenalkan di negara bagian AS. RUU ini dimaksudkan untuk mencegah berlakunya hukuman asing, termasuk hukum syariah.
Kelompok HAM mengatakan, hal ini justru menargetkan Islam dan membuat diskriminasi terhadap Muslim semakin meningkat.
Dilansir Aljazirah, Sabtu (30/1), kelompok HAM mengatakan, RUU yang diusulkan salah satu politikus negara bagian ini diajukan untuk mencegah hukum asing, termasuk hukum Islam. Langkah ini dinilai tidak penting dilakukan di South Carolina karena malah akan memicu sentimen anti-Muslim.
Pengacara hak asasi manusia internasional di Robert F Kennedy, Wade McMullen, mengatakan RUU yang melarang hukum asing dapat menyebabkan komplikasi hukum. Undang-undang yang menargetkan Muslim menurutnya antidemokrasi, inkonstitusional, dan bertentangan dengan nilai-nilai AS.
"Kambing hitam politik kelompok minoritas bukan hal baru di negara ini. Sayangnya, Muslim AS menjadi target utama sikap politik ini sekarang," ujar McMullen.
RUU pertama diusulkan oleh anggota Partai Republik Harry "Chip" Limehouse. RUU mengusulkan untuk melarang hukum Islam dan hukum internasional lain di pengadilan negara.
RUU Limehouse ini mendapat persetujuan 68 suara dan penolakan 42 suara di perwakilan legislatif di South Carolina. Namun, untuk menjadi undang-undnag, RUU masih harus disahkan oleh Senat Negara.
Berbicara kepada Aljazirah, Limehouse membela RUU ini. Ia mengatakan, pada dasarnya mereka menyambut semua komunitas, baik itu Kristen, Islam, maupun Yahudi asal mereka mengikuti hukum AS.
"Mereka harus beroperasi dan hidup di bawah hukum kita saat mereka di sini dan mudah-mudahan berhasil. Syariah bukanlah hal yang dapat diterima oleh hukum di AS," ujarnya.
Juru Bicara Council on American Islamic Relations (CAIR) Robert McCaw mengatakan, RUU South Carolina merupakan bagian dari tren di beberapa negara bagian ataupun federal yang mendukung legalisasi untuk membuat prinsip-prinsip Islam menjadi ilegal. Sejauh ini, ada enam hukum antiasing yang diperkenalkan badan legislatif di negara-negara bagian sepanjang 2015.
"Semua kebijakan ini secara keseluruhan dirancang untuk memberi stigma pada komunitas Muslim dengan melarang pengadilan menggunakan hukum asing, termasuk hukum syariah (Islam)," ujar McCaw.
Ia menambahkan, para pendukung undang-undang ini telah gagal menyebutkan bahwa pengadilan AS secara konstitusional berkewajiban mengikuti hukum AS.
Dengan sentimen anti-Muslim yang memang sudah tinggi, menurut McCaw, banyak kandidat maupun pejabat terpilih yang malah menciptakan lingkungan penuh ketakutan. Ini mendorong munculnya program-program dan kebijakan diskriminatif.
"Itu jelas bahwa ini adalah situasi yang sangat beracun, antiimigran, anti-Muslim, dan itu telah berdampak pada legislatif di negara bagian dan federal kami," ujar McCaw.
Pada Desember, calon presiden Partai Republik Donald Trump menyerukan Muslim untuk dilarang datang ke AS setelah 14 orang terbunuh di San Bernardino, Kalifornia, selama serangan yang dilakukan oleh tersangka Muslim. Kurang dari sebulan sebelumnya, calon presiden itu mengatakan masjid harus diawasi dan ia mendukung pembuatan database untuk melacak Muslim Amerika.
Komentar-komentar anti-Muslim meningkat sejak serangan Paris yang menewaskan 131 orang oleh kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Ini memicu vandalisme di beberapa masjid dan pusat agama Islam di AS.