Rabu 27 Jan 2016 06:15 WIB

Aneh, Banyak Remaja Mudah Melabeli Diri dengan LGBT

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Damanhuri Zuhri
Ilustrasi kelompok LGBT
Foto: EPA/Ritchie B. Tongo
Ilustrasi kelompok LGBT

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebaiknya para orang tua perlu menjelaskan mengapa lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) merupakan hal yang tidak biasa dan sulit diterima masyarakat. Orang tua jangan hanya mendidik dengan menebarkan benci terhadap kaum yang berbeda dari masyarakat pada umumnya.

"Jelaskan pula dampak-dampak yang diperoleh LGBT seperti rentan terhadap penyakit menular seksual, kesulitan menerima diri sendiri karena berbeda dari kebanyakan orang, hingga dikucilkan lingkungan sekitar," ujar psikolog Klinis di TigaGenerasi, Sri Juwita Kusumawardhani kepada Republika.co.id, semalam.

Banyaknya paparan di media dan media sosial membuat remaja dengan mudahnya melabeli diri mereka sebagai lesbian, gay, dan biseksual (LGB) padahal sebenarnya bukan.

Menurut Juwita, usia remaja merupakan usia eksplorasi seksual. Jika tidak didampingi, diberikan arahan, kasih sayang, akan ada kemungkinan anak memperoleh hal-hal tersebut dari orang lain yang belum jelas kesamaan nilai-nilainya dengan orang tua.

Untuk itu, Wita, sapaan akrabnya, menyarankan orang tua sebaiknya mendengarkan keluh kesah anak. "Agar mereka bisa memahami nilai-nilai yang dianut keluarga, merasa disayang dan diterima, memperoleh arahan jelas bahkan terkait pemahaman seksualitas," ujarnya.

Lebih lanjut Juwita menjelaskan, LGBT merupakan orientasi seksual, sedangkan transgender merupakan bagian dari identitas seksual. Wita menyebut LGBT bukanlah suatu wabah penyakit atau virus yang dapat menular.

Sebagai contoh, klien Wita ada yang menjadi lesbian karena pernah diperkosa di usia remaja awal (12 tahun). Ia merasa sangat marah dan dendam pada lelaki sehingga merasa lebih nyaman jika berhubungan dengan perempuan.

Lain halnya dengan salah satu klien laki-laki Wita yang gay. Saat kecil ia tidak memperoleh sosok ayah dan memperoleh kekerasan seksual oleh pamannya.

''Stimulasi seksual dan kenikmatan seksual pertama diperoleh melalui sesama jenis sehingga ia belajar bahwa hanya dapat terstimulasi secara seksual oleh sesama jenisnya saja,'' ujarnya menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement