Oleh Adi Imron Amrullah
REPUBLIKA.CO.ID, Suatu ketika Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabat, ''Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut (muflish)?'' Mereka menjawab, ''Orang yang bangkrut adalah orang yang tidak memiliki dirham (uang) dan juga tidak memiliki harta kekayaan.''
Lalu Rasulullah menjelaskan, ''Orang yang bangkrut di kalangan umatku adalah orang yang pada hari kiamat membawa (pahala) shalat, puasa, dan zakat, tetapi (sewaktu hidup) ia suka mencaci orang lain, suka menuduh orang lain (berbuat salah atau dosa), suka memakan harta orang lain (secara tidak sah), membunuh orang lain, dan memukul orang lain.
Lalu, orang itu (yang disakiti) diberi bagian dari (pahala) amal-amal kebaikan orang yang bangkrut, dan orang itu (yang dianiaya) juga diberi bagian dari (pahala) amal-amal kebaikan orang yang bangkrut. Jika (semua pahala) amal kebaikan orang yang bangkrut telah habis sebelum cukup untuk membayar kewajiban atas dirinya, maka dosa-dosa mereka (orang yang disakiti dan dianiaya) diambil lalu dilemparkan kepada orang bangkrut itu, kemudian ia juga dilemparkan ke neraka.''(HR Muslim).
Hadis di atas menjelaskan bahwa orang yang bangkrut (muflish) adalah mereka yang semasa hidup di dunia suka beramal saleh tapi ia juga suka melukai perasaan atau melakukan perbuatan yang merugikan orang lain. Pahala kesalehannya habis untuk menutupi dosa-dosanya kepada orang lain. Bahkan, dosa-dosa orang lain pun ditimpakan kepadanya karena pahala amal salehnya tidak cukup untuk menutupi dosa-dosanya kepada orang lain.
Pada dasarnya, orang yang telah beramal saleh tidak akan menjadi orang yang bangkrut bila ia melakukannya secara benar. Karena, amal saleh yang dilakukan secara benar bisa mencegah dirinya dari melakukan perbuatan dosa, baik dosa kepada Allah ataupun dosa kepada manusia.
Orang yang shalat secara benar tentu ia akan selalu berupaya untuk tidak berbuat dosa kepada orang lain. Bukankah shalat sebenarnya untuk mencegah dari berbuat keji dan munkar (Al-Ankabut: 45)? Sebaliknya, orang yang tidak benar shalatnya, yaitu mereka yang lalai tentang makna shalat, mereka akan tetap tergolong sebagai orang yang celaka (Al-Ma'uun:4-5). Karena, orang seperti itu setelah shalat pun tetap suka berbuat dosa, misalnya menyakiti atau membuat susah orang lain.
Berikutnya adalah puasa. Puasa yang dilakukan dengan benar akan menjadikan yang bersangkutan sebagai yang bertakwa. (Al-Baqarah: 183). Yaitu, mereka yang selalu melaksanakan semua perintah Allah dan meninggalkan semua larangan-Nya. Antara lain, tidak menyakiti atau menyusahkan orang lain. Sebaliknya, puasa yang tak benar, misalnya yang hanya mampu menahan perut dan faraj-nya, tidak akan berhasil mengendalikan diri dari perbuatan dosa, terutama kepada manusia.
Begitu juga dengan zakat dan sedekah. Zakat atau sedekah yang dikeluarkan secara benar bisa menyucikan dan membersihkan jiwa yang bersangkutan (At-Taubah: 103). Benar yang dimaksud adalah sedekah atau zakat dikeluarkan dengan ikhlas, tanpa ada unsur pamer, serta tanpa menyakiti perasaan si penerima (Al-Baqarah: 264).