REPUBLIKA.CO.ID, Ridha Bayyinah telah menjadi kakak asuh dari 15 orang adik-adik yatim. Ia begitu dicintai di kalangan anak-anak yatim dan dhuafa. Setiap pekan, ada saja kegiatan yang ia gelar bersama komunitasnya, Rumah Asuh Yatim Dhuafa (RAYD) Al Bayyinah Charity Club.
"Kegiatan ini sudah dimulai sejak saya kuliah. Saya mikir, kok kuliah gini-gini aja. Berangkat kuliah, kemudian jualan. Sampai akhirnya saya baca bukunya Ippho Santosa, Tujuh Keajaiban Rezeki. Saya jadi terinspirasi, pintu rezeki itu salah satunya ada ketika kita memperhatikan anak yatim," katanya menjelaskan kepada Republika.co.id, beberapa waktu lalu.
Apalah yang bisa diperbuat seorang gadis yang masih berstatus mahasiswi di Universitas Al Azhar Indonesia ini. Untuk mendapatkan uang jajan dan membeli keperluan kuliah pun, ia kadang mengandalkan uang hasil ia berjualan. Tapi, ia sudah telanjur cinta dengan beberapa anak yatim yang punya kedekatan hati dengannya.
"Saat itu, saya masih mahasiswa. Saya belum punya cukup uang untuk membantu anak yatim. Akhirnya, saya bareng-bareng teman kuliah mengumpulkan uang seadanya aja. Kita bikin acara santunan yatim. Hingga akhirnya terbentuk komunitas dan buka open recruitment sendiri," paparnya.
Babay mengatakan, RAYD Al Bayyinah awalnya hanya sebagai EO (event organizer) yang memediasi donatur dan anak-anak yatim. Kegiatan pun hanya sebatas santunan dan beberapa materi pembelajaran. Namun, Babay punya impian lebih besar. Ia ingin RAYD Al Bayyinah bisa menjadi suatu lembaga yang bisa menampung anak-anak yatim dan dhuafa lebih banyak lagi.
Babay dan rekan-rekannya pun mulai blusukan mencari anak-anak yatim ke permukiman miskin sekitar Jakarta. Tujuannya, mereka ingin mendapatkan anak-anak yatim yang benar-benar membutuhkan perhatian. "Kita door to door ke rumah-rumah nyari anak yatim. Kita survei langsung karena ingin mencari anak yatim yang benar-benar membutuhkan," ujarnya.
Babay mengatakan, dari beberapa anak yatim yang berhasil dihimpun, memang terlihat jelas bahwa mereka kurang perhatian. Mayoritas dari anak-anak tersebut berasal dari ibu yang berprofesi sebagai buruh cuci. Sudahlah mereka kehilangan sosok ayah, anak-anak tersebut kerap ditinggal si ibu yang bekerja dengan penghasilan tak seberapa. Babay menginginkan, perhatian untuk mereka tak hanya sekadar uang santunan. Mereka juga butuh motivasi hidup dan pembinaan kepribadian.
"Kalau cuma santunan aja, sangat disayangkan. Awalnya, kita cuma acara saja. Anak-anak itu datang, ngaji, dapat uang, dan selesai. Kita ingin buat sekolah untuk membangun karakter dan soft skill mereka. Ini alasan kita membentuk Sekolah Kreatif RAYD Al Bayyinah," kata Babay.
Walau skala RAYD Al Bayyinah masih sangat kecil, Babay dan rekan-rekannya tetap optimistis dengan aksi sosial yang mereka geluti. "Memang anak-anaknya tidak terlalu banyak. Yang terpenting, kita bisa intensif untuk merawat mereka. Sekolahnya rutin setiap hari Minggu," ujarnya menjelaskan.
"Ayahnya sudah tiada, sementara ibunya sibuk kerja. Jadi, kita ingin memberikan cinta kepada mereka yang memang tidak lengkap diterima dari orang tua mereka," katanya.