Selasa 22 Dec 2015 06:23 WIB

Masalah Keyakinan Tidak Perlu Diperdebatkan di Medsos

Tampak seorang pria sedang mengakses laman sosial media, Facebook.
Foto: EPA
Tampak seorang pria sedang mengakses laman sosial media, Facebook.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Makin ramainya perdebatan soal keyakinan di media sosial dan di beberapa website sudah memunculkan keresahan di kalangan generasi muda. Direktur Eksekutif Komunikonten, Hariqo Wibawa Satria menghimbau persoalan tersebut sebenarnya tidak perlu diributkan. Sebab, tantangan utama bangsa ini adalah kemiskinan, separatisme, penggangguran, korupsi, karakter yang lemah, serta daya saing bangsa yang rendah. Apalagi awal tahun 2016 Indonesia akan menghadapi pasar bebas.

Namun demikian, isu radikalisme atas nama apapun dan usaha memecah belah antar anak bangsa ini menurut Hariqo, harus tetap diwaspadai dan dilawan.

"Jangan sampai gara-gara sibuk mikirin keyakinan orang kita lupa kepentingan nasional," katanya dalam diskusi tentang radikalisme di media sosial di Gedung Pusat Pengembangan Islam Bogor (PPIB), Kota Bogor, pada Senin Sore (21/12/15).

Hariqo mengungkapkan, pihaknya selama ini banyak menemukan fakta-fakta di media sosial yang menyerang keyakinan agama seperti Islam, Kristen, Hindu, Budha bahkan Konghucu. Penyerangan ini dilakukan oleh sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab dengan menggunakan akun twitter, facebook, youtube, dan lain-lain. Bahkan, ada yang menggunakan akun nyata, ada juga yang anonim.

"Ini maksudnya jelas adu domba, agar Indonesia tidak fokus membangun peradaban, ini haters Indonesia,” ungkapnya.

Untuk mencegah hal tersebut, alumnus Pondok Modern Gontor ini meminta anak-anak muda harus berjiwa detektif di media sosial. Pasalnya, di media sosial, kata Hariqo, minimal ada dua jenis pengguna, yakni pengguna biasa dan pengguna sekaligus peneliti.

"Bedanya dikit aja, pengguna biasa, semua informasi langsung di sebar. Sedangkan bagi pengguna berjiwa peneliti, informasi yang diterima pasti akan dicek dulu sumbernya, akun mana yang menyebar, lalu dicek isinya,"jelas Hariqo.

Hariqo melanjutkan, pengguna media sosial berjiwa detektif ini semakin banyak jumlahnya, apalagi sekarang akses internet sudah mulai cepat di banyak wilayah.

"Oleh karena itu tugas kita adalah memasukan sebanyak-banyaknya konten yang benar dan positif ke internet, kalau bisa berbahasa inggris,” tutup Hariqo dalam presentasinya yang dihadiri 247 orang ini.

Sementara itu, Pengasuh Ponpes Tebu Ireng, Salahuddin Wahid mengajak pengguna media sosial melawan radikalisme di media sosial dengan bahasa yang baik, santun dan argumen yang kuat. Pria yang akrab disapa Gus Solah ini juga menjelaskan dengan runut asal usul agama di Indonesia.

"Sejak dulu kita ini sudah beragam, dan ini kekuatan kita. Soal mengelola keberagaman jangan mencontoh beberapa negara yang berkonflik di timur tengah, justru mereka yang harus belajar ke Indonesia,” jelas Gus Solah yang juga menjadi narasumber dalam diskusi itu.

Pembicara lainnya, Wali Kota Bogor Bima Arya menekankan  pentingnya kehadiran tokoh-tokoh pemersatu seperti Gus Solah di media sosial.

"Jumlah akun anonim ini ternyata banyak juga, sementara akun-akun nyata yang mencerahkan seperti Gus Solah bertambah, tapi pertambahannya tidak sebanyak akun-akun anonim,” ungkapnya.

Acara diskusi yang diselenggarakan oleh KOMUNIKONTEN ini juga dihadiri narasumber lain, yaitu Dahnil Anzar Simanjuntak (Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah), Emanuel Herdyanto (Mantan Sekjend PP Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), dan dimoderatori oleh Edrida Pulungan (novelis dan blogger). C37

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement