REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menerima tamu Wakil Grand Mufti Republik Libanon, Sheikh Amine El Kurdi dan delegasi ulama Libanon Dar al Fatwa, Sabtu (28/11) kemarin.
Kedatangan ulama dari Libanon ke PBNU bertujuan untuk mengenal NU dan gerakan Islam di Indonesia yang karakternya berbeda dengan Timur Tengah.
"Jihad di Indonesia adalah jihad intelektual, bukan jihad yang memperbanyak yatim dan janda. Jihad memerangi kemiskinan yang dekat dengan kekufuran," tutur Rais Aam PBNU KH Ma'ruf Amin dalam rilisnya, Ahad (29/11).
Jihad, ujar Ketua MUI ini, jika dipahami secara tekstual akan membabi buta menyerang non-Muslim bahkan menyerang orang Muslim di luar kelompoknya.
"Islam rahmatan lil alamin yang diajarkan NU mempunyai pikiran moderat, artinya tidak tekstual, tetapi juga tidak liberal. Tekstual hanya berpegang pada nash. Cara berpikir seperti ini menurut Qaraafi, al-Jumud alal manqullat abadan dholalun fiddin, wajahlun bi maqhosidi ulama amilin," kata Kiai Ma’ruf.
Cicit Syeikh Nawawi Albantani ini pun menilai, peran para ulama dapat menjembatani perbedaan melalui dialog dari hati ke hati di antara para pemimpin agama untuk membangun sikap saling hormat satu sama lain dan menyebarluaskan perdamaian global.
"Deradikalisasi dengan meluruskan pemahaman-pemahaman yang salah tentang Islam juga harus dilakukan tugas islam rahmatan lil alamin," jelasnya.