REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam hukum Islam, ada banyak hal yang diatur namun sebagian ummat terkadang melalaikannya atau boleh jadi tidak memahaminya. Salah satunya aturan-aturan tentang perceraian.
Diketahui, perceraian dalam syariat Islam adalah perpisahan antara suami dan istri. Hak untuk melakukannya ada di tangan suami. Suami bebas menggunakan haknya dan tidak ada otoritas mana pun yang bisa mencabut hak itu.
Terkecuali, jika sang suami berlaku zalim dan menggunakan hak itu untuk melanggar hak istrinya. Jika terjadi demikian, maka sang istri diperbolehkan mengajukan cerai.
Lantas, muncul tanda tanya, kondisi seperti apa yang boleh dan tidak boleh dalam Islam saat seorang suami menceraikan istrinya?
Salah satu yang dibahas disini adalah bolehkan seorang suami menceraikan istri saat kondisinya haid. Berikut ulasannya seperti dikutip dari buku Ensiklopedi Muhammad karya Afzalur Rahman.
Di era Nabi Muhammad, Abdullah ibn Umar mengaku telah menceraikan istrinya dalam keadaan haid. Mendapati hal itu, Rasulullah langsung bereaksi tegas.
"Perintahkan dia (anakmu) agar mengambil istrinya kembali dan mempertahankannya hingga dia dalam keadaan suci (bebas menstruasi), kemudian tunggu sampai periode haid (menstruasi) yang kedua sampai bersih pula. Setelah itu jika dia ingin tetap bersamanya, dia bisa melakukannya dan jika dia tetap inginn menceraikannya, dia bisa menceraikannya sebelum terjadi hubungan seksual dengan istrinya tersebut," (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam Hadits itu pun disebutkan jika hal itu adalah periode yang telah ditentukan oleh Allah bagi kalangan perempuan yang akan diceraikan.