Kamis 26 Nov 2015 05:20 WIB

Kuatnya Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama di Mali

Rep: c35/ Red: Damanhuri Zuhri
Kerukunan Beragama (Ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Kerukunan Beragama (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BAMAKO -- Serangan terjadi Jumat (20/11) lalu di hotel Radisson, Bamako, Mali, saat berlangsungnya ziarah gereja nasional tahunan di tempat suci Our Lady,  sekitar 160 mil dari ibukota.

Kendati demikian Sekjen konferensi uskup Katolik Mali, Mg. Edmond Dembele mengatakan hubungan antara Katolik dan Muslim di negara Afrika Barat tidak akan luntur hanya dengan adanya teror tersebut.

"Kristen dan Muslim hidup baik bersama-sama di sini, menghadiri upacara satu sama lain dan berbagi dalam kehidupan masyarakat. Saya pikir krisis ini, jauh dari melemahkan ikatan, benar-benar akan menguatkan mereka," kata Mg. Dembele, menurut Catholic News Service, Rabu (25/11).

Padahal penduduk Muslim di sana adalah minoritas, dan uskup Dembele menyadari mereka hanya kelompok kecil yang bisa hidup berdampingan dengan warga Kristen.

Uskup Agung Jean Zerbo dari Bamako mengatakan kepada Radio Vatikan infiltrasi kelompok-kelompok ekstremis itu merupakan dampak dari kemiskinan dan kurangnya prospek di kalangan kaum muda.

Akan tetapi dia tetap percaya bahwa persaudaraan antara warga Kristen dan Muslim tidak akan rusak. "Masyarakat internasional harus membantu mendidik orang-orang muda dan menemukan solusi untuk masalah pengangguran di sini," kata Uskup Agung menerangkan.

Wakil Catholic Relief Services di Mali, Niek de Goeij menyampaikan agen akan sangat hati-hati dalam meninjau kembali keamanan mereka setelah serangan Radisson. Namun hal ini bukan berarti dia menjaga jarak dengan Muslim.

"Sebagian besar staf kami adalah Muslim, dan hubungan lintas agama yang selalu positif dan saling memperkuat di sini membuat saya tidak berpikir insiden ini akan memiliki dampak pada kerukunan kami," katanya.

Dia menegaskan meskipun Mali memiliki populasi yang berkembang pesat, kesempatan pemuda sangat terbatas. Selain itu juga ada pemborosan besar dalam hal modal SDM. Hal itulah yang kemudian memicu teroris atau kelompok kriminal. Negara perlu menawarkan alternatif yang layak dalam pekerjaan dan mata pencaharian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement