REPUBLIKA.CO.ID,WASHINGTON – Setelah serangan teror Paris, seorang jurnalis Washington Post Janell Ross beberapa waktu lalu menuai kecaman keras publik. Lantaran tulisannya menganalogikan para imigran Muslim saat ini dengan imigran Yahudi setelah peristiwa Holocaust usai Perang Dunia II.
"Tepat sebelum dan selama Perang Dunia II, keputusan untuk mengusir kelompok Yahudi Eropa, dengan alasan sebagian ditolak karena menjadi mata-mata dan menerima sebagian telah menambah banyak korban Holocaust," tulisnya dilansir kembali dari BBC, Selasa (17/11)
Setelah peristiwa tenggelamnya kapal Imigran Yahudi di St. Louis pada 1940, Departemen Luar Negeri AS membuka pintu masuk bagi imigran Yahudi. Pada 1938, jajak majalah Fortune menyebutkan, 70 persen warga Amerika sepakat menyambut baik imigran Yahudi. Bahkan lima persen berharap kuota imigran Yahudi ditambah.
Kini sikap berbeda ditunjukkan oleh beberapa gubernur negara bagian AS yang sebagian besar dari Partai Republik yang menolak imigran Muslim asal Timur Tengah.
Mereka dari negara bagian Illinois, Ohio, Florida, North Carolina, New Hampshire, Arizona, Indiana, Massachusetts, Louisiana, New Jersey, Michigan, Alabama, Texas, Georgia, dan Arkansas yang mayoritas dari partai Republik tegas menghentikan relokasi imigran Muslim karena kekhawatiran adanya kelompok radikal.
Gubernur New Jersey Chris Christie yang juga nominasi kandidat Presiden AS dari Partai Republik, Senin (16/11) lalu menegaskan menolak semua imigran Muslim, termasuk anak-anak yatim di bawah usia lima tahun hingga diperiksa secara ketat.
Jurnalis Washington Post, Ishaan Tharoor mengkritik sikap politisi Barat sayap kanan konservatif dan anti Islam, seperti Partai Republik ini. Ia menilai mereka hanya memiliki simpati dari pengetahuannya atas pembantaian mengerikan Yahudi di Holocaust.