REPUBLIKA.CO.ID,Pondok Mertua Indah. Sebuah sebutan untuk sepasang pengantin yang tinggal di rumah salah satu orang tua suami atau istri. Ada banyak alasan untuk menetap bersama orang tua meski telah memiliki keluarga baru. Mulai dari ingin merawat orang tua hingga alasan ekonomi.
Posisi dilema pun sering terjadi manakala sang istri menolak tinggal bersama mertua. Konflik antara istri dan mertua menjadi alasan tidak nyaman memiliki dapur bersama dalam dua keluarga. Lalu bolehkah seorang istri menolak tinggal bersama sang mertua?
Sejak diucapkannya ijab kabul, tanggung jawab seorang istri beralih dari orang tua atau wali kepada suami. Segala sesuatu perintah suami sepanjang tidak bermaksiat kepada Allah SWT sebisa mungkin dipatuhi. Salah satunya jika suami menginginkan sang istri tinggal bersama mertuanya.
Jika terjadi penolakan, Syekh Ibnu Utsaimin menyarankan agar sang suami melunakkan baik sikap istri maupun keluarganya. Kemudian menegur siapa saja yang zalim dan melanggar hak saudaranya. Sang suami kala memutuskan untuk tinggal bersama orang tuanya setelah menikah juga mesti mempertimbangkan aspek kebutuhan istrinya. Sehingga permasalahan yang muncul jika istri menolak tinggal mesti diselesaikan dengan dasar cinta kasih.
Namun jika upaya islah antara istri dan keluarga suami menemui jalan buntu, maka disarankan agar dipisah tempat tinggal antara istri dan mertua. Dengan catatan, ujar Syekh Ibnu Ustaimin, tidak memutus silaturahim antara istri dan keluarga mertua. Bahkan disarankan tempat tinggalnya berdekatan dengan orang tuanya tersebut.
Di sisi lain, jika hak kepatuhan seorang istri beralih kepada suami begitu juga dengan hak untuk mencukupi kebutuhan istri, termasuk tempat tinggal. Secara eksplisit, Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 81 mengharuskan suami menyediakan tempat tinggal untuk istrinya.
Kategori tempat tinggal yang diatur dalam KHI adalah layak untuk melindungi istri dan anak-anaknya dari gangguan pihak lain. Diwajibkan pula suami untuk melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuan dan disesuikan dengan lingkungan tempat tinggal.
Memberi tempat tinggal sesuai kemampuan didasarkan pada ayat Alquran surah al-Baqarah ayat 233. "Dan kewajiban seorang ayah memberi makan dan pakaian kepada ibu (istri) dengan cara yang baik. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya."
Selain itu, khusus tempat tinggal Allah SWT menegaskan, "Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kalian bertempat tinggal menurut kemampuan kalian dan janganlah kalian menyusahkan mereka untuk menyempitkan hati mereka." (QS at-Thalaq [65]: 6).
Para ulama memasukkan tempat tinggal sebagai nafkah. Dalam Mu’jamul Wasith batasan nafkah yaitu apa-apa yang dikeluarkan suami untuk keluarganya berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, dan yang selainnya.
Nafkah juga mencakup pemenuhan kebutuhan batin atau biologis istri. Dari berbagai dalil diatas, hal yang juga patut diperhatikan sang istri adalah pemberian nafkah sesuai dengan kadar kemampuan sang suami.