Rabu 28 Oct 2015 22:16 WIB

Sempat Dijajah Prancis, Guinea Jaga Identitas Islam

Masjid Jami' di Kota Conakry, Guinea.
Foto: blogspot.com
Masjid Jami' di Kota Conakry, Guinea.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekitar 15 persen Muslim dunia tinggal di kawasan sub-Sahara Afrika. Tak hanya di negara besar, seperti Nigeria, Ethiopia, atau Somalia, Islam pun tumbuh subur di Guinea, negeri  kecil di pantai barat Afrika. Lebih dari 8,5 juta Muslim hidup di negara tropis tersebut.

Republik Guinea adalah negara bekas jajahan Prancis. Karena itu, dulu negara ini disebut French Guinea. Tapi, sekarang lebih dikenal sebagai Guinea-Conakry. Nama ini dipilih untuk membedakan dengan negara tetangganya yang juga bernama Guinea, yakni Guinea-Bissau.

Di atas peta, bentuk negara seluas 245,8 ribu kilometer tersebut bak bulan sabit. Wilayah timur dan selatan negara ini berada di garis pantai Atlantik serta bertetangga dengan Senegal, Mali, Liberia, Pantai Gading, dan Sierra Leone. Meski kawasan negara ini dikelilingi gurun pasir, tak demikian halnya dengan Conakry, ibu kota negara. Kota ini merupakan salah satu tempat terbasah di Guinea karena menghadap langsung dengan Samudra Atlantik.

Secara demografi, jumlah umat Islam di negara ini mencapai 85 persen dari  total populasi sebanyak 11 juta jiwa. Mayoritas Muslim Guinea menganut Sunni dengan mazhab Maliki, meski ada sedikit yang berpaham Syiah. Di luar Muslim, terdapat sekitar delapan persen penganut Kristen, tujuh persen memeluk agama tradisional setempat, sisanya merupakan penganut Baha'i, Hindu, Buddha, dan agama tradisional Cina.

Sebagai kelompok mayoritas, Muslim Guinea dapat menjalankan aktivitas agama tanpa hambatan. Sebuah masjid agung yang megah di Conakry menjadi tempat ibadah kebanggaan mereka. Sementara, masjid-masjid lain bertebaran di berbagai pelosok negeri. Madrasah juga mudah ditemui di berbagai wilayah Guinea. Di madrasah ini, anak-anak mempelajari agama Islam dan bahasa Arab

Saat ini, madrasah di sana belum berstatus sebagai sekolah negeri. Tapi, Kementerian Pendidikan Guinea sedang berupaya memasukkan madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional dengan kurikulum seperti sekolah umum. Jika itu terlaksana, nantinya madrasah akan menjadi sekolah yang dibiayai pemerintah.

Media massa, termasuk televisi, juga leluasa menyiarkan program-program Islami. Di televisi pemerintah, misalnya, program keislaman disiarkan tiap pekan selama 75 menit. Di bidang pemerintahan, tokoh-tokoh politik Muslim berkesempatan menduduki jabatan. Bahkan, Perdana Menteri Guinea saat ini Mohammed Said Fofana merupakan seorang Muslim. Negara ini pun menjadi salah satu anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).

Dalam kehidupan sehari-hari, Muslimah di Guinea tak banyak yang mengenakan jilbab. Walau begitu, mereka berpakaian sopan dan tertutup. Hari-hari besar Islam, seperti Idul Fitri dan Idul Adha, ditetapkan oleh pemerintah sebagai hari libur nasional.

Bahkan, hari Jumat pun menjadi hari libur di Guinea. Meski pernah dijajah Prancis, Guiena nyaris tak mewarisi pengaruh negara Eropa tersebut. Beberapa jenis kesenian, misalnya, justru kental dengan nuansa Islam yang terpengaruh budaya Timur Tengah.

Sumber: Pusat Data Republika

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement