Rabu 28 Oct 2015 05:30 WIB

Fatwa Hukuman Kebiri dalam Tinjauan Syar'i

Rep: Hannan Putra/ Red: Bilal Ramadhan
Hukuman kebiri kimia ini sudah diadopsi beberapa negara di dunia, seperti Korea Selatan, Rusia, dan Polandia.
Foto:
Peralatan medis untuk operasi kebiri (Ilustrasi)

Selain hadis sahih yang tegas melarang pengebirian ini, ulama yang ingin berijtihad dalam penetapan hukum Islam harus merujuk pada hukum-hukum asal yang sudah ada. Kasus pemerkosaan sebenarnya bisa diambil dari hukum asalnya, yakni perzinahan atau homoseksual.

Jika pedofilia masuk dalam kategori perzinahan, maka hukumannya cambuk 100 kali atau rajam (bunuh). Jika pelaku pedofilia tergolong liwath (homoseksual) ia dihukum mati. Jika sebatas pelecehan seksual (at taharusy al jinsi) yang tidak sampai melakukan zina atau homoseksual, hukumannya ta’zir.

Mereka yang kontra juga berpendapat, hukuman kebiri tidak dikenal dalam literatur hukum Islam. Padahal, di zaman kuno sebenarnya sudah banyak tradisi kebiri ini. Misalkan tradisi kasim istana di Cina kuno. Namun model kebiri ini tidak diadopsi dan dipilih syariat Islam sebagai hukuman alternatif bagi tindak kejahatan seksual.

Kebiri dengan suntikan kimiawi juga berdampak berubahnya hormon testosteron menjadi hormon estrogen. Akibatnya, laki-laki yang mendapatkan hukuman ini akan berubah dan memiliki ciri-ciri fisik seperti perempuan.

Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), Hamid Fahmy Zarkasy mengatakan, pemerintah boleh-boleh saja menjadikan kebiri sebagai salah satu pilihan hukuman bagi terpidana kasus pedofilia.

Namun, ijtihad seorang hakim dalam menjatuhkan hukuman sangatlah menentukan. Tidak seluruh kasus yang akan mendapat hukuman kebiri. Hakim bisa berijtihad dengan kaidah fiqh "ad dharuratu tubihu al-mahdhurat’ (Keadaan terdesak dapat membolehkan hukuman yang sebenarnya terlarang).

Kondisi darurat yang dimaksudkan kaidah fiqh ini benar-benar sesuai dengan defenisinya, yakni sudah pada tahap mengancam jiwa. Misalkan, pelaku pedofilia residivis tersebut melakukan tindakan pembunuhan atau penyiksaan secara sadis kepada korbannya. Atau, bila hasratnya tidak terpenuhi ia bisa menghilangkan nyawa korban.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement