REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk mengabadikan sejarah Islam di Malawi, beberapa cendekiawan Muslim di negeri ini menuliskannya dalam bentuk buku. Upaya ini juga bertujuan meluruskan kesalahpahaman tentang Islam yang tumbuh di negeri sekuler dan heterogen tersebut.
Salah satu buku itu adalah Jejak Islam di Malawi yang ditulis Abdul Razzaq Fattani. "Buku ini adalah hasil penelitian mendalam yang dilakukan bertahun-tahun tentang sejarah Islam di Malawi, yang sebagian besar perlu diluruskan. Ada beberapa kesalahpahaman yang telanjur dipercaya oleh beberapa kalangan dan komunitas keagamaan di negeri ini dan tempat lain," kata penulis Malawi berdarah India itu, seperti dilansir onislam.net.
Fattani menyatakan, penulisan buku ini bertujuan menjaga sejarah Islam di Malawi. Hal ini mengingat generasi tua bakal semakin berkurang. Hal ini bisa berakibat generasi tidak sadar dan tidak tahu akan masa lalunya. Karena itu, menjadi tugasnya sebagai cendekiawan untuk menginformasikan kepada mereka tentang sejarah yang sebenarnya sembari meluruskan isu yang sering disalahpahami masyarakat Malawi.
"Selama penelitian, saya menemukan banyak informasi tidak akurat yang direkam oleh penulis sebelumnya. Atas kasih karunia Allah SWT, saya mendapatkan koreksi dari distorsi ini," katanya.
Dalam buku ini, Fattani menjelaskan faktor-faktor yang mendorong banyak Muslim tidak mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan selama periode ketika Malawi menjadi negara jajahan Inggris. Banyak orang, menurutnya, telah memberikan penjelasan yang tidak benar tentang mengapa banyak Muslim tidak mendapatkan pendidikan yang baik dibandingkan umat Kristen.
Pada masa-masa sulit itu, kata Fattani, warga Muslim dipaksa menggunakan nama-nama Kristen. Para pemuda Muslim, jika ingin sekolah pun, hanya bisa ke sekolah-sekolah yang telah dikuasai kaum misionaris. Hal ini menyebabkan banyak orang tua Muslim menahan anak-anak mereka bersekolah.
"Mereka sengaja menjauhkan umat Islam dari akses pendidikan. Harapannya, keimanan mereka akan luntur dan beralih ke Kristen," kata Fattani.
Namun, faktanya, tak mudah memurtadkan umat Islam. Karena itu, mereka mencari cara lain, yakni mendiskriminasi. Warga Muslim disingkirkan dari kegiatan pemerintahan. Kondisi itu terus berlangsung hingga Malawi meraih kemerdekaan pada 1964. Umat Islam selalu dinomorduakan dalam kegiatan pemerintahan.
"Keterasingan umat Islam tersebut mendorong sejumlah pemimpin Muslim di Lembaga Pusat Islam berupaya meningkatkan akses pendidikan, yaitu dengan memberikan beasiswa bagi pemuda Muslim untuk bersekolah di sekolah Islam maupun umum," kata Fattani.
Hal ini merupakan titik balik yang meniupkan angin segar bagi umat Islam. Perlahan namun pasti, Islam semakin mekar di Malawi.
Mengenai sejarah masuknya Islam di Malawi, Fattani mengatakan, agama rahmatan lil 'alamin ini diperkenalkan di Malawi pada sekitar abad ke-15 oleh para pedagang Arab dan Swahili.
"Orang-orang itu bukan penceramah. Mereka hanya pedagang. Tapi, perilaku mereka menjadi teladan sehingga banyak orang tertarik lalu memeluk Islam. Mereka berhasil memperkenalkan Islam ke banyak penduduk di Malawi karena mereka baik dan ramah. Mereka tidak pernah menggunakan kekerasan ataupun menyogok dengan berbagai macam iming-iming."