Selasa 20 Oct 2015 08:55 WIB

Hari Santri dan Pengakuan Spirit Islam

Wakil Gubernur Jawa Timur, Saifullah Yusuf.
Foto: IST
Wakil Gubernur Jawa Timur, Saifullah Yusuf.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kalangan Nahdiyin menyambut gembira ditetapkannya 22 Oktober 2015 sebagai Hari Santri Nasional sebagai perwujudan dari pengakuan pemerintah terhadap perjuangan ormas Islam Nahdlatul Ulama (NU) dalam menghadapi penjajahan.

Pemerintah menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Penetapan tersebut berdasarkan atas Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Keppres tentang penetapan hari santri tersebut tertanggal 15 Oktober 2015.

"Telah ditetapkan Hari Santri pada 22 Oktober, Hari Santri bukan hari libur," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (15/10).

Penetapan Hari Santri Nasional merupakan salah satu janji Jokowi saat kampanye Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden RI pada tahun 2014.

Namun, saat kampanye Pilpres 2014, Jokowi menyampaikan tanggal 1 Muharam sebagai Hari Santri. Janji tersebut disampaikannya secara langsung saat melakukan kunjungan di Pondok Pesantren (Ponpes) Babussalam di Banjarejo, Pagelaran, Malang, Jawa Timur.

Pencanangan Hari Santri Nasional itu merupakan permintaan dari Ponpes Babussalam yang disampaikan pimpinan ponpes K.H. Thoriq Darwis. "Dengan mengucapkan bismillahirrahmanirahim, dengan ini saya mendukung 1 Muharam ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional. Pernyataan ini juga langsung saya tanda tangani," kata Jokowi di Ponpes Babussalam, Malang, Jawa Timur, saat itu.

Rencana penentapan hari santri itu jauh sebelumnya juga sudah dibahas pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV PDI Perjuangan. Rapat tersebut lantas merekomendasikan dukungan kepada presiden terpilih Jokowi menetapkan 1 Muharam sebagai Hari Santri Nasional.

"Mendukung rencana presiden terpilih menetapkan tanggal 1 Muharam sebagai Hari Santri Nasional," kata Ketua Bidang Politik DPP PDI Perjuangan Puan Maharani saat membacakan hasil Rakernas IV PDI Perjuangan di Marina Convention Center Semarang, Sabtu (20/9/2014) malam.

Mengapa 22 Oktober? Salah satu alasan paling kuat, seperti dikemukakan tokoh NU, Saifullah Yusuf, ditetapkannya 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional adalah pemerintah menghargai perjuangan ormas Islam terbesar itu dalam menghadapi penjajah.

Pada tanggal 22 Oktober 1945, K.H. Hasyim Asyari mengeluarkan fatwa jihad tentang kewajiban berperang bagi warga Nahdiyin dan masyarakat pada umumnya untuk melawan tentara sekutu.

Jadi, tidak heran setelah Presiden Jokowi menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri, Gus Ipul--sapaan akrab Saifullah Yusuf--langsung mengucapkan terima kasih kepada Presiden Jokowi. "Tentunya juga ucapan syukur," katanya.

Menurut Wakil Gubernur Jawa Timur ini, penetapan itu juga menandakan fatwa tersebut merupakan satu-satunya seruan berjihad sampai saat ini. Tidak sampai sebulan setelah keluar fatwa, pecahlah pertempuran heroik 10 November 1945 di Surabaya, yang kemudian ditetapkan menjadi Hari Pahlawan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement