REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Al Washliyah Yusnar Yusuf mengatakan, Hari Santri Nasional (HSN) bisa dikoreksi jika tidak sesuai dengan semangat meningkatkan kesejahteraan pesantren dan madrasah di Indonesia.
"Saya pikir jalan dulu saja. Jika pemerintah ternyata dengan Hari Santri tak kunjung memberikan perhatian pada orang-orang yang mempelajari agama baru perlu dikoreksi," ujarnya ketika dihubungi ROL, Ahad (18/10).
Yusnar mengaku, terkait nomenklatur santri, sejatinya Al Washliyah tidak memiliki santri karena tidak punya pondok pesantren. Akan tetapi, Al Washliyah memiliki ribuan madrasah dalam berbagai level pendidikan. "Lantas menjadi pertanyaan apakah hanya orang yang belajar di pondok pesantren yang disebut dengan santri?" ujarnya.
Yusnar, dalam pemberitaan sebelumnya, mengaku setuju dengan penetapan HSN setiap 22 Oktober. Ia berpendapat, HSN dapat menjadi tonggak peningkatan perhatian pemerintah dalam membangun pesantren dan madrasah swasta. Penetapan HSN menimbulkan polemik. Persyarikatan Muhammadiyah berkeberatan dengan HSN karena dinilai dapat merusak ukhuwah Islamiyah.
Yusnar berpendapat, pemikiran Muhammadiyah tidak salah. Ia menilai, penyematan santri hanya pada salah satu ormas Islam tentu tidak tepat karena ormas lain juga berjuang di ranah masing-masing.
"Jadi saya anggap ketidaksetujuan itu bukan berarti secara menyeluruh. HSN itu baik, kalau ada kekurangan kita koreksi bersama. Tapi tentu jangan sampai pemerintah hanya memberikan keberpihakan pada Nahdlatul Ulama (NU) saja," ujar Yusnar.