REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Masyarakat harus mulai diedukasi untuk melaporkan kasus penistaan terhadap keyakinan dan agama. Seperti saat sandal buatan pabrik lokal di Gresik, Jawa Timur yang bertuliskan lafaz Allah.
"Jadi dalam kasus sandal berlafaz Allah ini, para buruh yang notabene mayoritas Muslim itu harus segera melaporkan. Atau minimal menegur di level pengambil kebijakan di pabrik tersebut, owner produk," tutur Direktur The Community Of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya kepada Republika.co.id, Jumat (16/10).
Ia menegaskan agar masyarakat lebih memahami bentuk-bentuk penistaan terhadap agama. Hal ini, menurut dia, merupakan bentuk amar makruf nahi munkar. Yakni, jika seorang Muslim melihat pelanggaran yang nyata maka dengan tegas dia akan menasihati dan menegurnya.
Menurut dia, dalam kasus ini terdapat hukum Islam yang mengatur di dalamnya. Lafaz Allah atau lafaz dari kitab suci yang diletakkan tidak pada tempatnya dalam perspektif Islam tidak layak untuk dikonsumsi atau dipakai.
“Dalam hal ini tidak ada ikhtilaf, ini adalah sesuatu yang sudah disepakati ulama (mujma') bahwa tidak boleh seorang Muslim melecehkan pada simbol-simbol agama,” ujar Harits.
Selain itu, kasus ini adalah masalah hukum, sehingga tidak hanya cukup disampaikan saja. Tapi, juga dilaporkan ke pihak yang berwenang atau yang bisa mengadvokasi untuk masalah ini, sehingga bisa dihentikan.
“Sekali lagi, semua itu dapat terlaksana jika masyarakat memiliki pemahaman dan kesadaran bahwa hal ini merupakan sebuah penistaan yang nyata terhadap keyakinan mereka,” jelasnya.