REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kisah perjalanan pemilik nama lengkap Amy Luz U Catalan menemukan hidayah Islam, berawal dari kegundahan dan kehampaan yang melanda dirinya. Kesuksesan karier dan gelar akademik yang disabet perempuan dari keluarga Katolik taat ini, tak membuat ruang hatinya terisi dengan penuh, bahkan ia selalu merasa ada yang hilang dari hidupnya.
Padahal, sejak kecil Amy, begitu kerap disapa, mendapatkan pendidikan agama dari sang ayah yang menjadi jemaat Lasallian, sebuah kelompok agama yang didirikan pendeta Prancis Jean Baptiste de La Salle. Ayahnya sampai ke Filipina dalam rangka menyebarkan misi pendidikan Lasallian.
Pendidikan formal pun ia tuntaskan di lembaga pendidikan Katolik. Demikian halnya dengan perguruan tinggi, dua gelar sarjana sekaligus ia tempuh di De La Salle University, Manila, yaitu jenjang strata satu dan doktoral.
Ketidakpuasan merayap dalam setiap jengkal hidupnya. Perasaan itu terakumulasi selama bertahun-tahun. Waktu itu, Amy merasa ada sesuatu yang hilang yang bahkan tidak bisa ditambal oleh penghargaan akademik atau hubungan asmara antaranak manusia. Ditambah lagi, kematian ayah tercinta pada 2011 mem perburuk rasa kehilangan dan kekosongan itu.
"Saya merasa hanya bekerja untuk bertahan hidup, bukan untuk menikmati hidup. Saya telah berharap terlalu banyak," ungkapnya.Jauh di lubuk hati, Amy menghadapi krisis kerohanian. Ia berhenti ke gereja dan mendengarkan misa. Pada saat itu gereja Katolik tengah dilanda masalah internal.
Amy mulai mempertanyakan doktrin dan ajaran yang dia pelajari dari pendidikan Katolik. Para imam berkhotbah tentang keadilan dan cinta, sedangkan mereka sendiri melakukan pelanggaran paling mengerikan terhadap umat mereka.
Amy kecewa. Sederhana saja, orang yang mengaku paling memiliki otoritas keimanan pada Tuhan, bahkan menjadi perantara Tuhan, sudah melanggar prinsip-prinsip dasar keimanan. Tidak ada lagi yang bisa diharapkan.
Keluar dari Katolik, Amy mencoba belajar agama Buddha. Tapi, itu hanya sebuah pertemuan singkat lantaran doktrin itu tidak menarik bagi dia. Ajaran yang menurut Amy tidak jelas sama sekali. Ia bahkan lebih bingung tentang tujuan hidupnya. Tahun demi tahun terlewati.
Perjalanan Amy ke negara-negara lain untuk menyajikan makalah dan menghadiri konferensi internasional juga tidak banyak membantu. Amy masih merasa kosong. Hingga, datanglah kesempatan itu, saat Amy pergi ke Oman pada 2012. Ia tak pernah menyangka kedatangannya ke negara ini untuk pertama kali bisa menjadi awal perubahan besar dalam hidupnya. Amy sebelumnya tidak tahu banyak tentang negara itu sampai dia diminta menjadi instruktur di Technical and Administrative Training Institute (TATI) Oman.
Keberadaannya di wilayah jazirah Arab ini pun murni untuk keperluan pendidikan. Amy sama sekali tidak berharap menjadi seorang Muslim. Muslim terlalu akrab dengan kata `terorisme' dan `jihad'.