Ahad 13 Sep 2015 21:00 WIB

Penyatuan Kalender Hijriah Akan Terus Dilakukan

Rep: c35/ Red: Agung Sasongko
Dirjen Bimas Islam Machasin dalam konferensi pers sidang Isbat penetapan awal Dzulhijjah 1436 H, di Jakarta, Ahad (13/9).Republika/Darmawan
Foto: Republika/Darmawan
Dirjen Bimas Islam Machasin dalam konferensi pers sidang Isbat penetapan awal Dzulhijjah 1436 H, di Jakarta, Ahad (13/9).Republika/Darmawan

REPUBLIKA.CO.ID,' JAKARTA -- Upaya penyatuan kalender Hijriah masih belum bisa disamakan. Hal ini Diakui Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI, Machasin pada konferensi pers sidang itsbat, Ahad (13/9).

Menurutnya, jangan mengartikan upaya penyatuan itu dikatakan mentok. Yang tepat, upaya itu belum mencapai kesimpulan pada prinsip-prinsip yang ada.

"Masih diperlukan usaha yang lebih keras lagi," tuturnya dalam konferensi pers di gedung Kementerian Agama Thamrin, Ahad (13/9).

Machasin menjelaskan, ada dua kriteria metode hilal yang digunakan di Indonesia yaitu, wujudul hilal dan inkanur rukyat. Wujudul hilal merupakan kriteria peneapan yan mengharuskan melihat wujud dari hilal tersebut. Sedangkan inkanur rukyat terhitung mininal delapan jam sebelum matahari tenggelam, dengan ketinggian hilal minimal dua derajat dan jarak busur minimal tiga derajat.

Sebelumnya, Sidang Istbat Kemenag menetapkan Hari Raya Idul Adha pada tahun ini jatuh pada Kamis, 24 September. Sementara Ketua Fatwa MUI Huzaemah Tahido Yanggo mengungkapkan penetapan Idul adha di Arab Saudi berbeda dengan di Indonesia.

"Hisab sudah dilakukan dan rukyat juga sudah dilakukan di seluruh Indonesia. Kita tidak melihat wukuf di Arafahnya seperti di Arab Saudi tetapi melihat tanggal dzulhijahnya," kata Huzaemah pada konferensi pers tersebut.

Penetapan tersebut berdasarkan Fatwa MUI Nomor 2 Tahun 2004, bahwa penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijah berdasarkan hisab dan rukyat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement