REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kesadaran beragama Titiana tumbuh sangat perlahan, langkah demi langkah. Tidak ada paksaan. Setiap hari, Titiana belajar sesuatu yang baru. Ada fakta-fakta sederhana yang menarik dalam Islam.
Yang paling menarik, kata Titiana, dalam Islam tidak perlu ada perantara antara kita dan Allah SWT. Setiap Muslim dapat meminta langsung kepada Allah, tidak perlu me minta lewat Bapa Pendeta di gereja atau otoritas keagamaan semacam itu. Muslim bebas memanjatkan doa kepada-Nya, kapan pun.
Keyakinan itu bertambah kuat dari hari ke hari. Menurut Titiana, Allah telah membukakan hati, mata, dan telinganya.
Ia pun memutuskan untuk mengikrarkan syahadat. Memulai menempuh kehidupan baru. "Saya tidak akan lupa hari indah ini. Alhamdulillah," ucap Titiana penuh syukur.
Kini, gadis itu tampak cantik dengan tampilan gamis dan jilbab lebar berwarna cerah yang selalu ia kenakan. Setelah berikrar syahadat, Titiana pun berganti nama menjadi Tasnim. Nama indah yang berarti air terjun atau mata air di surga.
Sekarang, Tasnim pindah ke Dubai dari Kirgistan. Ia telah tinggal di sana kira- kira sembilan bulan. Tantangan Hidayah datang, cobaan pun datang. Keislaman Titiana mendapat penolakan keras dari keluarga. Terutama, dari kedua orang tua dan nenek yang selalu mencintainya. Titiana pantang menyerah, meski beroleh protes dari keluarga. Ia belajar mendirikan shalat lima waktu.
Setahun yang lalu, gadis itu malah sudah mulai memakai jilbab. "Saya berdoa, ya Allah, jadikan hamba-Mu ini lebih kuat lagi, lebih kuat lagi," tutur Titiana.
Titiana Gadis itu mengajar di sebuah universitas. Setiap hari, ia bertemu koleganya sesama dosen dan profesor. Ada lebih dari 2.500 orang di kampus. Setiap waktu, ada saja orang datang kepadanya dan bertanya alasan dia berjilbab.
Tidak semudah menjawab pertanyaan rekan kerja, persoalan hijab menjadi konflik besar di tengah keluarga. Mereka menggugat. Mengapa dia harus menutupi wajah? Mengapa dia mengenakan jilbab? Mengapa dia mengenakan pakaian yang berbeda?
Suatu kali, Titiana meminta saran ibunya ketika hendak berangkat ke universitas. "Warna jilbab apa yang cocok dikenakan dengan pakaianku hari ini?" Ibunya menjawab singkat, "Tidak ada. Kamu jauh lebih baik tanpa jilbab." Ia hanya bisa diam dan bersabar.
Kesabaran Titiana membuahkan hasil. Selang sebulan kemudian, ibunya mulai memahami dan memberikan hadiah pada gadis itu. Ketika dibuka, ternyata sehelai jilbab berwarna hijau! Bagi Titiana, ini pertanda besar dari-Nya bahwa sang ibu mulai memahami pilihan si buah hatinya dalam berislam.
"Itu perubahan yang sangat serius bagi saya," ungkap Titiana.