REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Nahdlatul Ulama (NU) melahirkan banyak tokoh nasional yang sekaligus ulama dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Hampir sebagian besar tokoh penting nasional bergelar Kiai Haji yang terkenal berasal dari organisasi Islam terbesar di Indonesia ini.
Satu di antara banyak nama tersebut adalah KH Wahib Wahab yang pernah menjabat sebagai Menteri Agama Republik Indonesia ke-8.
Kiai Wahib merupakan putra sulung pendiri NU KH Wahab Chasbullah. Dilahirkan di Desa Tambak Beras, Jombang 1 November 1918, ia diberi nama Muhammad Wahib Wahab.
Ia memulai pendidikan dan belajar agama di pondok pesantren asuhan sang ayah di Pesantren Bahrul Ulum, Tambakberas.
Wahib kecil hingga remaja pun menjalani pendidikan 'nyantri' keliling ke beberapa pondok pesantren terkenal di Jawa Timur hingga ke Cirebon. Di antaranya di Pondok Pesantren Seblak Jombang, Pesantren Mojosari Nganjuk, Pesantren Kasingan Rembang dan Pesantren Buntet Cirebon.
Usai keliling satu pondok pesantren ke pesantren lain, ia kemudian melanjutkan pendidikan tingginya di Merchantile Institute of Singapore pada tahun 1936 hingga 1938.
Pada 1939, Wahib kemudian berangkat ke Tanah Suci selama setahun untuk memperdalam ilmu agama sekaligus menunaikan ibadah haji. Ia memulai mencurahkan dirinya ke NU.
Pada 1940, ia tergabung dalam gerakan Pemuda Ansor NU di Surabaya, dua tahun berselang ia kemudian tergabung dalam Gerakan Pemuda Islam Indonesia. Kiai Wahib juga mengembangkan para petani di lingkungan NU melalui kiprahnya sebagai Ketua Persatuan Tani NU.
Ia juga dikenal sebagai inisiator perwakilan NU ke luar negeri, seperti ke Singapura, Malaysia, Kamboja dan Saigo atau Vietnam kini. Di tahun yang sama 1942, Kiai Wahib tergabung dalam komandan Pembela Tanah Air (PETA).
Ia bersama beberapa pemuda Muslim lain berjuang dalam kemerdekaan dan menjadi panglima Hizbullah Divisi Sunan Ampel di Jawa Timur. Beberapa pemuda Muslim yang juga bagian dari pejuang Hizbullah tersebut, di antaranya KH Yusuf Hasyim, putra dari KH Hasyim Asy'ari, dan juga Mohammad Ghuffron Naim.
Dalam buku karangan KH Saifuddin Zuhri, 'Guruku Orang Orang dari Pesantren', dijelaskan bagaimana strategi yang dimainkan Kiai Wahib bersama Hizbullah.
Salah satunya, ketika ia menolak keras persetujuan Linggarjati bersama golongan Islam, nasionalis dan kaum pejuang lain. Hal ini dikarenakan perjanjian tersebut, menunjukkan lemahnya posisi Indonesia mempertahankan kedaulatannya karena sebagian besar masih dikuasai oleh Belanda dan sekutu.
Laskar Hizbullah kemudian dilebur bersama laskar rakyat lain untuk menjadi cikal bakal tentara negara Indonesia, Kiai Wahib berhenti dari jalur militer.