REPUBLIKA.CO.ID, JOMBANG -- Ketua Panitia Muktamar Ke-33 Nahdlatul Ulama di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Saifullah Yusuf, bakal mengupayakan rekonsiliasi di antara kubu yang berbeda pendapat pascamuktamar yang digelar di daerah itu.
"Otomatis NU punya mekanisme untuk melakukan rekonsiliasi. Secara kultural ada banyak instrumen sosial yang bisa digunakan di NU, misalnya tahlil, manakib," katanya ketika dikonfirmasi terkait adanya pertemuan sejumlah pengurus cabang yang menolak sistem AHWA di Jombang, Rabu (5/8) malam.
Ia mengatakan, kegiatan muktamar saat ini sudah hampir selesai dan sudah 90 persen berlangsung. Saat ini kegiatan muktamar tinggal pemilihan Ketua Tanfidziah PBNU. Ia berharap muktamirin mengikuti proses muktamar mulai dari awal sampai akhir, sampai terpilih Ketua Tanfidziah PBNU serta penutupan kegiatan.
Wakil Gubernur Jatim itu juga mempersilakan jika ada yang kurang puas terhadap pelaksanaan muktamar dan belum sesuai dengan harapan akan diperbaiki bersama. Hal itu, katanya, menunjukkan sikap dewasa di antara berbagai pihak.
"Inilah proses demokrasi. Kalau toh ada yang kurang puas, kalau ada yang dianggap masih belum sesuai harapan, mari diperbaiki," ujarnya.
Ia tetap menegaskan proses pemilihan terus berlangsung dan setelahnya akan dilakukan penutupan. Kegiatan penutupan itu dilakukan dan dipimpin oleh ketua yang terpilih. Sampai saat ini, proses pemilihan Ketua Tanfidziah PBNU masih terus berlangsung.
K.H. Mustofa Bisri atau yang akrab disapa Gus Mus kembali ditetapkan menjadi Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama periode 2015-2020. Pada penetapan itu, disebutkan Gus Mus sebagai Rais Aam PBNU didampingi K.H. Makruf Amin sebagai Wakil Rais Aam.
Muktamar NU di Jombang, diwarnai berbagai insiden yang terjadi sejak pendaftaran dimulai. Peserta diminta memberikan nama para kiai yang akan dimasukkan ke daftar AHWA. Peserta yang menyetorkan data akan mendapatkan kartu dengan "barcode" tersendiri, sedangkan peserta yang tidak menyetorkan daftar hanya mendapatkan kartu peserta tanpa "barcode".
Perdebatan juga terus terjadi saat kegiatan berlangsung. Bahkan, karena terus ada perbedaan, Pejabat Sementara Rais Aam Syuriah PBNU K.H. Mustofa Bisri sampai berpidato sambil menangis. Gus Mus yang juga pemimpin Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin Rembang itu mengambil alih tanggung jawab atas kekisruhan pada muktamar.
Ia meminta para peserta Muktamar NU mengikuti akhlakul karimah, akhlak K.H. Haysim Asy'ari dan para pendahulu. Pidato itu sempat membuat kekisruhan di muktamar reda, hingga akhirnya kegiatan muktamar bisa berlanjut. Pidato itu sempat menjadi angin segar bagi muktamirin, namun nyatanya AHWA masih dibahas dan disetujui dalam muktamar.
Sembilan kiai terpilih merumuskan nama kiai yang dipilih menjadi Rais Aam PBNU, hingga memutuskan nama Gus Mus menjadi Rais Aam PBNU.